Thursday, June 9, 2011

IJTIHAD

IJTIHAD
I. PENDAHULUAN
Semakin maju dan berkembangnya zaman, maka dibutuhkan hukum yang sesuai dengan keadaan zaman seperti yang kita alami sekarang, yang mana banyak sekali masalah-masalah yang rumit dan itu tidak terjadi pada zaman Rasulullah. Maka dibutuhkanlah mujtahid-mujtahid untuk menggali hukum yang sesuai dengan keadaan zaman sekarang.
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama.
Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi. Maka dalam makalah ini, akan dibahas lebih ditail hal-hal mengenai ijtihad.

II. RUMUSAN MASALAH
Dari pokok-pokok permasalahan diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Pengertian Ijtihad
2. Dasar Ijtihad
3. Fungsi Ijtihad
4. Ruang Lingkup Ijtihad
5. Syarat Mujtahid
6. Hukum Berijtihad
7. Tingkatan Para Mujtahid
8. Macam-Macam Ijtihad

III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Ijtihad
Menurut bahasa berasal dari kata: ,اِجْتَهَدَ - يَجْتَهِدُ – اِجْتِهَادٌberarti sungguh-sungguh, rajin, giat, atau mencurahkan kemampuannya daya upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu
Menurut istilah ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dhon yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah rosululloh SAW, atau mencurahkan segenap usaha untuk sampai kepada hukum syara’ dari dalil tafshili yang termasuk dalil syar’i.

2. Dasar Ijtihad
Ijtihad bisa sumber hukumnya dari al-qur'an dan alhadis yang menghendaki digunakannya ijtihad, antara lain:
1) Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59,
                  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).”
Sabda Rosullullah Saw:
Yang artinya: dari mu'adz bin jabal ketika nabi muhammad saw mengutusnya ke yaman untuk bertindak sebagai hakim beliau bertanya kepda mu'adz apa yang kamu lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus di putuskan? Mua'dz menjawab, "aku akan memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktuk dalam kitabullah" nabi bertanya lagi "bagaimana jika dalam kitab allah tidak terdapat ketentuan tersebut?" mu'adz menjawab, " dengan berdasarkan sunnah rosulullah". Nabi bertanya lagi, "bagaimana jika ketenyuan tersebut tidak terdapat pula dalam sunnah rosullullah?" mu'adz menjawab, "aku akan menjawab dengan fikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara tanpa putusan" , lalu mu'adz mengatakan, " rosullulah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan, segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusanku untuk hal yang melegakan".
2) Sabda Rosulullah SAW yang artinya:
"bila seorang hakim akan memutuskan masalah atau suatu perkara, lalu ia melakukan ijtihad, kemudian hasilnya benar, maka ia memperoleh pahala dua (pahala ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Dan bila hasilnya salah maka ia memperoleh satu pahala (pahala melakukan ijtihad)”
Ijtihad seorang sahabat Rosulullah SAW, Sa'adz bin Mu'adz ketika membuat keputusan hukum kepada bani khuroidhoh dan rosulullah membenarkan hasilnya, beliau bersabda "Sesungguhnya engkau telah memutuskan suatu terhadap mereka menurut hukum Allah dari atas tujuh langit".
Artinya hadist ini menunjukkan bahwa ijtihad sahabat tersebut mempunyai manfaat dan dihargai oleh rosulullah
4) Firman Allah yang artinya : "Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Katakanlah, hanya rampasan perang itu keputusan Allah dan rosul sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rosulnya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (Al-Anfal:1)
5) fiman Allah yang artinya : "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampaan perang maka sesungguhnya setengah untuk Allah, Rosul, Kerabat rosul, anak-anak yatim, orang-oarang miskan dan ibnu sabil. Jika kamu beriamn kepada Allah dan kepada apa yang kami terunkan kepada hamba kami muhammad dari hari furqon yaitu bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa ata segala sesuatu". (Al-Anfal:41)

3. Fungsi Ijtihad
Ima Syafi’I, ketika ia menggambarkan kesempurnaan Al-Qur’an menegaskan dalam bukunya Ar-Risalah: “Maka tidak terjadi suatu peristiwa pun pada seorang pemeluk agama Allah, kecuali dalam kitab Allah terdapat petunjuk tentang hukumnya”. Menurutnya, hukum-hukum yang terkandung oleh Al-Qur’an yang bisa menjawab berbagai permasalahan itu harus digali dengan kegiatan ijtihad.
Pernyataan imam Syafi’I itu, mengambarkan betapa pentingnya kedudukan ijtihad di samping Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Ijtihad berfungsi baik untuk menguji kebenaran riwayat hadis yang tidak sampai ke tingkat Hadis Mutawatir seperti hadis Ahad, atau sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas pengertiannya sehingga tidak dapat dipahami kecuali dengan ijtihad, dan berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti dengan qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah.

4. Ruang Lingkup Ijtihad
Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah
berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :
Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri
Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup tiga tingkatan:
1) Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk kelangsung hidup manusia.
2) Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
3) Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal yang baik

5. Syarat Mujtahid
Syarat-syarat umum yang disepakati oleh para ulama' menurut Dr. Yusuf Qordhowi sebagai berikut:
1) Harus mengetahui Al-Qur'an dan ulumul Qur'an, antara lain:
a. Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat
b. Mengetahui sepenuhnya sejarah pengumpulan atau penyusunan al-qur'an.
c. Mengetahui sepenuhnya ayat-ayat makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan sebagainya
d. Menguasai ilmu tafsir, pengetahuan tentang pemahaman al-qur'an.
2) Mengetahui Assunah dan ilmu Hadits
3) Mengetahui bahasa arab
4) Mengethui tema-tema yang sudah merupakan ijma'
5) Mengetahui usul fiqih
6) Mengetahui maksud-maksud sejarah
7) Mengenal manusia dan alam sekitarnya
8) Mempunyai sifat adil dan taqwa
Syarat tambahan :
1. Mengetahui ilmu ushuluddin
2. Mengetahui ilmu mantiq
3. Mengetahui cabang-cabang fiqih

6. Hukum Berijtihad
Bilamana syarat-syarat seorang mujtahid telah cukup pada siri seseorang, hukum melakukan ijtihad baginya bisa fardhu ‘ain, bisa fardhu kifayah, bisa mandub (sunat), dan bisa pula haram.
1) Hukumnya fardhu ‘ain, bilamana terjadi pada dirinya sesuatu yang membutuhkan jawaban hukumnya. Hasil ijtihadnya itu wajib di amalkannya,
2) Hukumnya wajib kifayah, jika disampingnya ada lagi mujtahid lain yang akan menjelaskan hukumnya.
3) Hukumnya sunnah, yaitu dalam 2 hal:
a. Melakukan ijtihad dalam hal-hal yang belum terjadi tanpa ditanya,
b. Melakukan ijtihad pada masalah-masalah yang belum terjadi berdasarkan pertanyaan seseorang.
4) Hukumnya haram, yaitu dalam 2 hal :
a) Berijtihad dalam hal-hal yang ada nash yang tegas baik berupa ayat atau Hadis Rasulullah, atau hasil ijtihad itu menyalahi ijma’. Ijtihad hanya dibolehkan pada hal yang selain itu,
b) Berijtihad bagi seseorang yang tidak melengkapi syarat-syarat mujtahid.

7. Tingkatan-Tingkatan Para Mujtahid
Para mujtahid mempunyai tingkatan-tingkatan:
1) Mujtahid mutlaq atau mujtahid mustakhil yaitu mujtahid yang mempunyai pengetahuan lengkap untuk berisbad dengan Al-qur'an dan Al-hadits dengan menggunakan kaidah mereka sendiri dan diakui kekuatannya oleh tokoh agama yang lain. Para mujtahid ini yang paling terkenal adalah imam madzhab empat,
2) Mujtahid muntasib yaitu mujtahid yang terkait oleh imamnya seperti keterkaitan murid dan guru mereka adalah imam Abu Yusuf, Zarf bin Huzail yang merupakan murid imam Abu Hanifah,
3) Mujtahid fil madzhab yaitu para ahli yang mengikuti para imamnya baik dalam usul maupun dalam furu' misalnya imam Al-Muzani adalah mujtahid fil madzhab Syafi'I,
4) Mujtahid tarjih yaitu mujtahid yang mampu menilai memilih pendapat sebagai imam untuk menentukan mana yang lebih kuat dalilnya atau mana yang sesuai dengan situasi kondisi yang ada tanpa menyimpang dari nash-nash khot'i dan tujuan syariat, misalnya Abu Ishaq al syirazi, imam Ghazali.

8. Macam-Macam Ijtihad
Ijtihad dilihat dari sisi jumlah pelakunya dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Ijtihad fardhi, ijtihad yang dilakukan oleh perorangan atau hanya beberapa orang mujtahid. Misalnya, ijtihad yang dilakukan oleh para imam mujtahid besar yaitu, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal.
2) Ijtihad jama’i, yaitu kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad SAW, setelah rasulullah wafat dalam masalah tertentu. Dan biasa kita kenal dengan ijma’.
Berkaitan dengan masalah ijtihad jama’i, Nadiyah Syarif al-‘Umari, Ahli Ushul Fiqh berkebangsaan Mesir, dalam bukunya al-ijtihad fi al-islam, menjelaskan bahwa upaya untuk menjawab masalah-masalah baru yang tidak terdapat hukumnya dalam mazhab-mazhab fiqih terdahulu, sesuai dengan keputusan mukhtamar pertama lembaga Majma’ al-suhus al-islamiyah di Kairo tahun 1383 H. adalah dengan melakukan ijtihad jama’i. untuk merealisir ijtihad jama’I dalam keputusan tersebut, menurut al-‘Umar ada beberapa hal yang perlu di perhatikan:
a) Masalah menentukan kelengkapan syarat-syarat sebagai seorang mujtahid yang akan ikut dalam ijtihad seperti ini diserahkan kepada penguasa muslim yang mengatur orang Islam. Orang yang dipilih itu mewakili umat di masyarakat tempat ia berada,
b) Disamping para ulama, dilibatkan pula para pakar berbagai bidang ilmu sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas,
c) Jika terjadi perbedaan pendapat dalam siding, maka di ambil pendapat dari ulama terbanyak,
d) Penguasa hendaklah memberikan intruksi untuk menerapkan hasil ijtihad jama’i ini ke dalam kehidupan sehingga putusan ijtihad jama’i itu mempunyai kekuatan mengikat.

IV. KESIMPULAN
Ijtihad adalah suatu upaya pemikiran atau penelitian untuk mendapatkan hukum dalam kitabullah dan sunah rosul. Ijtihad berfungsi baik untuk menguji kebenaran riwayat hadis yang tidak sampai ke tingkat Hadis Mutawatir seperti hadis Ahad, atau sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas pengertiannya sehingga tidak dapat dipahami kecuali dengan ijtihad, dan berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti dengan qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah. Macam ijtihad dibagi dua, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad jama’i.

V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan kita secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya. Kami sadar, bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah kami harapkan. Dan terakhir kami ucapkan terima kasih…



DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Satria, Prof, Dr, H, M. Zein, M.A, Ushul Fiqh, 2005, Prenada Media, Jakarta
Khallaf, Abdul Wahab, Prof, Ilmu Ushul Fiqh, 1994, Dina Utama Semarang, Semarang
Zahra, Muhammad Abu, Ushul Fiqh, 1995, PT Pustaka Firdaus, Jakarta

No comments:

Post a Comment