Wednesday, June 29, 2011

jenis-jenis penelitian

JENIS-JENIS PENELITIAN

a. Dasar filosofis penelitian

Jenis penelitian berdasarkan pada landasan filosofisnya dibagi dua :
1. penelitian kuantitatif landasan filosofisnya positivisme, filsafat ini melihat fenomena sebagai sesuatu yang rasional, general, dan empiris, maka menggunakan statistik untuk proses pengolahan datanya.
2. penelitian kualitatif landasan filosofis konstruksionisme ( realitas dunia social bukan suatu yang alami, tetapi hasil dari konstruksi ) , fenomenologi ( fenomena social sebagai obyek penelitian dilihat sebagaimana adanya ) dan hermeneutic (fenomena social dilihat dari sisi maknanya ).
Implikasi dari jenis penelitian yang akan digunakan adalah pada metode penelitian. Untuk menentukan metode penelitian yang akan digunakan maka perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
1. tipe pertanyaan penelitiannya.
2. kontrol yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa perilaku yang akan ditelitinya.
3. fokus terhadap fenomena penelitiannya (fenomena kontemporer ataukah fenomena histories).
b. metode penelitian kuantitatif
Penggunaan metode kuantitatif dasar filsafatnya positivistic pada metode ini, maka tidak bisa melepaskan diri dari aspek-aspek; rasionalitas, generalisasi, empirisme dan penggunaan statistik untuk proses pengolahan datanya. Metode ini menggali data dan menganalisanya dengan menggunakan angka-angka sebagai kode maupun ukuran. Angka berguna untuk menyederhanakan fenomena-fenomena di lapangan dan mempermudah interpretasi data yang ada. Beberapa bentuk penelitian bisa dipolakan seperti ini, jika berorientasi sebagai berikut:
1. Penelitian eksploratif (penjajagan) ; merupakan bentuk penelitian yang dilakukan dalam rangka untuk mengungkap fenomena yang menarik dan penting tetapi belum terungkap atau minim penelitian – penelitian sebelumnya.
2. Deskriptif; penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data di lapangan, data yang ada dikategorisasikan pada kategori-kategori tertentu, kategori tersebut diberi angka sebagai kode. Temuan-temuan yang ada maka bisa dikuantifikasikan.
3. Penelitian penjelasan (eksplanatif) , penelitian yang berusaha menjelaskan fenomena yang ada dengan cara mencari hubungan kausalitas, perbedaan ataupun perbandingan. Kemudian disusun suatu hipotesis untuk diuji dilapangan. Penelitian ini bedanya dengan di atas pada sifatnya dan teknik analisanya.
4. Penelitian evaluatif; merupakan jenis penelitian yang mengevaluasi suatu program dengan cara melihat dan meneliti pelaksanaan program (evaluasi formatif) dan mengukur hasil dari program atau tingkat pencapaian suatu program.
5. Penelitian prediksi; penelitian yang dilakukan untuk memprediksi suatu fenomena yang terjadi di masa yang akan datang, sehingga hasil penelitian bisa untuk mengantisipasi sejak dini suatu persoalan.
6. Penelitian operasional; penelitian yang dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel tertentu dari suatu program yang dianggap ada persoalan. Penelitian ini untuk meminimalisasi hambatan-hambatan suatu program sehingga program bisa berhasil (Singarimbun, 1989 : 4 – 6).

b. Metode Penelitian Kualitatif
1. Metode Etnografi
Metode etnografi merupakan salah satu metode penelitian kualitatif yang lebih banyak terkait dengan Antropologi, yang mempelajari peristiwa budaya, yang menyajikan pandangan hidup subyek yang menjadi obyek penelitian. Metode ini telah dikembangkan menjadi metode ilmu-ilmu social yang menggunakan landasan phenomenolgi. Etnografi merupakan salah satu diskripsi tentang cara mereka berpikir, hidup dan berperilaku.


2. Thieck Discription
Metode ini diperkenalkan oleh Cliffod Geertz, dimana dalam metode ini menekankan upaya mencari makna, bukan mencari hukum dan berupaya memahami bukan mecari teori atas fenomena budaya dalam masyarakat. Dengan metode ini Geertz berusaha menolak ethnoscientific model Levis – Strauss. Karena keduanya dianggap tidak menggambarkan kehidupan melainkan mengubah yang hidup menjadi suatu system yang formal. Karena budaya menurut Geertz, merupakan fenomena hermeneutic yang memerlukan pemaknaan, bukan memerlukan penjelasan sebab akibat (kausal). Lebih lanjut Geertz menjelaskan bahwa tidak ada social facts yang menunggu observasi kita. Yang ada adalah kesiapan peneliti untuk memberi makna atas observasinya.
3. Grounded Research
Metode ini merupakan suatu metode berupaya membangun teori berdasarkan data-data dari lapangan atau data empiri yang diperoleh secara sistematis. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Glaser dan Strauss. Hal yang mendasar menurut metode ini adalah peran bagaimana proses ditemukannya teori merupakan hal yang terpenting. Metode ini mengkritik tentang tugas ilmu pengetahuan yang hanya mengadakan verifikasi. Karena dengan model verifikasi teori terjadi penipisan temuan teori-teori baru. Menurut Glaser dan Strauss dengan tugas verifikasi maka ilmuwan-ilmuwan kemudian hanyalah bertugas membuktikan parsial dari teori-teorinya orang-orang besar seperti Weber, Parsons dan lain sebagainya.
4. Life History
Metode ini banyak dipakai dalam beberapa ilmu social, di dalam psikiologi metode ini disebut sebagai metode personal dokumen, sedang dalam penelitian sosiologi disebut sebagai human dokumen. Untuk istilah life history dipakai dalam ilmu antropologi. Metode ini merupakan suatu metode penelitian kualitatif dengan cara mengumpulkan data pengalaman individu berupa keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu-individu tertentu sebagai warga dari suatu masyarakat yang menjadi obyek penelitian.
5. Studi kasus
metode ini meneliti fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata. Pertanyaan penelitiaannya “how” dan “why” dan penelitian hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang diteliti.
6. Studi pustaka
penlitian ini dilakukan dengan memanfaatkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitiannya, sehingga kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.
Metode ini dilakukan dengan mempertimbangkan sebagai berikut ;
1. persoalan penelitiannya hanya bisa dijawablewat penelitian pustaka dan sebaliknya tidak mungkin mengharapkan datanya dari riset lapangan.
2. studi pustaka diperlukan sebagai salah satu tahap tersendiri, yaitu studi pendahuluan untuk memahami lebih dalam gejala baru yang tengah berkembang di lapangan atau dalam masyarakat.
3. data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitian.
7. Studi tokoh :
metode penelitian ini dilakukan untuk mencapai suatu pemahaman tentang ketokohan seseorang individu dalam suatu komunitas tertentu, melalui pandangan-pandangannya yang mencerminkan pandangan warga dalam komunitasnya.
Tujuan studi tokoh :
1. memperoleh gambaran tentang persepsi, motivasi, aspirasi, dan ambisi sang tokoh tentang bidang yang digelutinya.
2. memperoleh gambaran tentang teknik dan strategi yang digunakannya dalam melaksanakan bidang yang digelutinya.
3. memperoleh gambaran tentang bentuk-bentuk keberhasilan sang tokoh terkait dengan bidang yang digelutinya.
4. mengambil hikmah dari keberhasilan sang tokoh.

proposal penelitian

Contoh I Kuantitatif:
Bagian Awal
Halaman Judul
Halaman Persetujuan Pembimbing
Halaman Pengesahan
Halaman Pernyataan
Kata Pengantar
Persembahan
Motto
Abstraksi
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran

Bagian Utama Laporan Skripsi
BAB I. Pendahuluan
Bab ini memuat : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tinjauan Pustaka (Penelusuran/Penghadiran Penelitian Terdahulu yang sejenis) dan Tujuan serta Manfaat hasil penelitian.
1. Latar Belakang
Latar belakang pada hakekatnya menggambarkan suasana problem obyek yang akan diteliti yang sekurang-kurangnya berisi : penentuan masalah, keaslian penelitian. Latar belakang dapat ditulis dengan gaya logika tutur induktif, atau deduktif.
a. Penentuan masalah memuat penjelasan tentang alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam usulan penelitian itu dipandang menarik dan perku diteliti. Diuraikan pula posisi masalah yang diteliti dalam permasalahan yang lebih luas. Permasalahan harus relevan dengan jurusan yang diambil.
b. Keaslian penelitian dimaksudkan bahwa masalah yang hendak diteliti belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu. Jika permasalahannya mirip, maka harus ditegaskan perbedaan penelitiannya dengan penelitian terdahulu.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan inti dari subyek yang hendak diteliti dan harus terukur, dapat diuji melalui pengumpulan dan analisis data. Perumusan harus dibuat secara tepat dalam bentuk kalimat tanya dan dapat disusun secara numerik atau tidak numerik. Dalam perumusan masalah ini harus dijelaskan periode waktu pengamatan, dan unit analisis (kelompok, Negara atau individu).
3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan upaya yang membatasi ruang lingkup bahasan dan obyek penelitian
4. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
Dalam bagian ini disebutkan secara umum dan spesifik tujuan yang ingin dicapai, sesuai dengan perumusan masalah. Selain itu, dalam bagian ini juga memuat manfaat hasil penelitian secara teoritis dan atau praktek.
5. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis tentang penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam tinjauan pustaka ini harus secara jelas dinyatakan bahwa permasalahan yang akan diteliti belum terjawab atau belum terpecahkan oleh peneliti-peneliti terdahulu.
Di samping itu, dalam bagian ini perlu diuraikan secara sistematis (kalau perlu dalam bentuk tabel) tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan obyek penelitian atau studi yang dilakukan. Hal-hal yang diuraikan menyangkut antara lain keunikan dari studi tersebut, metode penelitian, hasil temuannya dan keterbatasan dari penelitian tersebut. Diupayakan agar studi-studi yang diuraikan diambil dari sumber aslinya. Jumlah penelitian terdahulu yang dihadirkan minimal 3 (tiga) buah penelitian.
Bab II. Kerangka Teori
1. Kerangka Teori
Dalam bagian ini, pertama-tama mahasiswa harus mendeskripsikan secara teoritik masing-masing variabel dengan sub-bab sendiri yakni variable independent dan dependen. Apabila variable independennya lebih dari satu, maka sebanyak itu pulalah yang harus dideskripsi-teoritikkan.
Kemudian deng sub-bab tersendiri mahasiswa harus menggambarkan secara anlitis-teoritis hubungan antara variable independent dan variable dependen. Disini harus dihadirkan sebuah teori yang mapan yang relevan dengan focus penelitian skripsinya sebagai landasan teoritik untuk memecahkan masalah penelitian atau menjawab/membahas rumusan masalah yang telah disusun sebelumnya. Misal, kalau penelitiannya mengukur pengaruh media massa, maka teori Agenda Setting, Hubungan Sosial, Penggolongan Sosial, Jarum Hipodermis, Difusi Inovasi, atau Persuasi layak dipakai. Asusmsi dasar dari masing-masing teori tersebut harus dijelaskan, dan kemudian dikuatkan oleh berbagai pendapat para pakar secara berantai dan bertautan.
2. Hipotesis
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori, dan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti, dan kebenarannya masih harus dibuktikan secara empiris. Hipotesis seperti ini merupakan keharusan dalam penelitian kuantitatif.
Bab III. Metode Penelitian
Bab ini menggambarkan secara menyeluruh metode penelitian yang telah digunakan dalam proses penelitian. Metoda penelitian ini memuat tentang : jenis penelitian, definisi konseptual dan operasional. sumber dan jenis data, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
1. Jenis Penelitian
Dalam bagian ini mahasiswa harus menjelaskan tentang jenis penelitian yang dipakai, apakah penelitian kuantitatif atau kualitatif, serta menunjukkan/mendeskripsikan alasan-alasan kuatnya. Mahasiswa juga harus menjelaskan metoda penelitian yang dipakai, apakah Survey, Sensus, Content Analysis, Historis, Deskripsi, Studi Kasus, Eksperimen, Sosiometrik, dll.
2. Definisi Konseptual dan Operasional
Dalam bagian ini mahasiswa menjelaskan pengertian – pengertian dari variabel – variabel yang diteliti yang secara jelas sesuai dengan judul penelitian. Hal ini sebagai usaha memperjelas hal – hal yang diteliti. Jadi yang didefinisikan bukan kata demi kata yang ada dalam kalimat judul, namun variable-variabel (independent, dependen, intervening, dan lain sebagainya) yang ada dalam judul penelitian dimaksud.
Definisi operasional merupakan usaha menjabarkan definisi konseptual dari variabel penelitian ke dalam indikator – indikator. Kegunaan dari proses ini sebagai alat pengukur variable penelitian dimaksud. Juga untuk membantu menyusun item – item pertanyaan atau pernyataan dari suatu angket atau kuesioner. Misalnya, bila varabelnya Ketaqwaan, maka definisi konseptualnya adalah perilaku manusia untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan definisi operasionalnya ditunjukkan dengan indikator - indikator a. melaksanakan shalat wajib; b. menjalankan puasa; c. memberi zakat; d.rendah hati; e.menjalankan amar ma’ruf; f.keberanian meluruskan kemungkaran dan lain sebagainya yang dilakukan oleh responden).
3. Sumber dan Jenis Data
Bagian ini memuat sumber data yang diperoleh. Sumber data yang akan dikumpulkan diuraikan dengan jelas termasuk jenisnya. Jenis data primer atau data sekunder. Data primer merupakan jenis data yang diperoleh dari sumber utama ( pokok ). Untuk penelitian kuantitatif sumber primer berasal dari responden dengan menggunakan angket ( kuesioner ). Data Sekunder diperoleh dari sumber data pendukung (pelengkap). Data pelengkap dalam berasal dari dokumentasi atau pengamatan atau wawancara.
4. Populasi dan Sampel
Bagian ini memuat uraian tentang karakteristik populasi, besaran sempel dan teknik pengambilan sempel. Populasi dan sempel harus dikemukakan dengan jelas batas-batasnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Bagian ini memuat uraian yang cukup terinci tentang tata cara melaksanakan pengumpulan data, apakah dengan tehnik angket, wawancara, atau observasi (lapangan atau pemahaman isi teks). Wawancara atau angket harus disusun dari indikator-indikator yang tertulis dalam definisi operasional. Jadi indikator-indikator itulah dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan.
6. Teknik Analisis Data
Bagian ini menerangkan jenis dari teknik analisis data yang digunakan. Memaparkan teknik / model rumus statistik yang digunakan. Pemilihannya harus sesuai dengan permasalahan penelitihan dan jenis datanya ( skala ). Misalnya metode content analysis dengan data nominal, maka uji Tabulasi Silang/Chi Square atau rumus statistic deskripsi lainnya adalah pilihan yang sesuai. Contoh yang lain adalah bila metode penelitiannya sosiometrik dengan data nominal, maka teknis analisis yang dapat diterapkan adalah Sosiogram, Matrik Sosiomatri, atau Indeks Sosiometri. Bila metode penelitiannya adalah sensus, studi kasus, survey, kuasi eksferimen dengan data ordina, interval atau rasio, maka teknik Korelasi Tata Jenjang Spearman, Product Moment, atau Regresi adalah pilihan analisis data yang tepat.
Bab IV. Gambaran Umum Obyek Penelitihan
Bab ini memuat gambaran secara garis besar mengenai daerah penelitian, obyek penelitian, reponden yang yergambar melalui masing-masing variable penelitian.
Bab V. Analisis Data Penelitian
A. Analisis Variabel Penelitian
Bagian ini mendeskripsika masing – masing variabel penelitian ( kalau variabel lebih dari satu ), dengan menggunakan deskriptif statistik. Jenis statistik deskriptif yang bisa digunakan diantaranya : distribusi frekuensi, tabulasi silang ( crosstab), normalitas data, grafik / gambar, dan lain – lain.
B. Analisis Uji Hipotesis
Bagian ini menjelaskan proses hubungan antar variabel ( untuk uji hubungan / pengaruh ), atau membandingkan antar variabel ( untuk uji perbandingan ) sebagai cara untuk menguji hipotesis penelitian. Uji hubungan atau perbandingan dilakukan dengan menggunakan uji statistik yang sesuai dengan jenis data ( skala data ). Menjelaskan atau menganalisis hasil uji statistik dengan prosedur tertentu. Kemudian menarik kesimpulan atas hubungan antar variabel tersebut.

Bab V Penutup
Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran/ rekomendasi.
1. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang merupakan rangkuman dari hasil penelitian dan hasil uji hipotesis. Kesimpulan berfungsi sebagai jawaban teoritik maupuan empirik atas permasalahan penelitian skripsi yang ada pada Bab I.
2. Saran atau merekomendasi dibuat, ditujukan baik kepada peneliti dalam bidang sejenis yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sudah dilakukan maupun kepada pengguna lainnya.

Bagian Akhir
Bagian akhir atas daftar pustaka, lampiran dan biodata penelitian
1. Daftar Pustaka
Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dalam penulisan skripsi dan disusun secara alpabetis sesuai dengan ketentuan yang berlaku (lihat lampiran 16)
2. Lampiran
Dalam lampiran terdapat informasi yang diperlukan pada pelaksanaan penelitian, misalnya data mentah, hasil pengolahan data, angket, gambar lokasi. Informasi tersebut bersifat melengkapi penulisan skripsi.

Contoh II ( Kualitatif )
Bagian Awal
Halaman Judul
Halaman Persetujuan Pembimbing
Halaman Pengesahan
Halaman Pernyataan
Kata Pengantar
Persembahan
Motto
Abstraksi
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Bagian Utama
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan
2. Pengumpulan Data
3. Teknik Analisis Data
Bab II. Deskripsi atas Toeri yang digunakan
Bab III. Deskripsi Lokus Penelitian
Bab IV. Penyajian danAnalisis Data ( tematis sesuai dengan permasalahan penelitian
Bab V. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran – saran / Rekomendasi
Bagian Akhir :
- Daftar Pustaka
- Lampiran

Friday, June 10, 2011

PUSAKA AHLI WARIS ( TIRKAH ) DAN ASHOBAH

A.PENDAHULUAN

Sesungguhnya Allah mewajibkan warisan pada harta ,yang ditinggalkan manusia setelah dia meninggal dunia. Adapun pengertiann harta itu mencakub bermacam-macam misalnya hak pakai,hak penghormatna,hak tinggal, dan lain-lain.

B.PEMBAHASAN

1.Pusaka Ahli Waris

a.Pengertian Tirkah ( harta peninggalan )

Tirkah adalah apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meniggal dunia yang dibenarkan oleh syariat untuk dipusakai oleh ahli waris.Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan sedemikian luas.
Ulama-ulama Malikiyah, Syafiiyah, Malikiyah, dan Hanabilah memutlakkan tirkah kepada segala yang ditinggalkan si mayit baik berupa harta maupun hak-hak.Baik hak-hak tersebut hak kebendaan mauaun bukan kebendaan.Dalam hal ini hanya imam Maliki saja yang memasukkan hak-hak yang tidak dapat dibagi, seprti hak menjadi wali nikah, kedalam keumumman arti hak-hak.
b.Harta gawan dan gonogini

Sebelum harta dibagi-bagi kepada para ahli waris, hukum adat meneliti lebih dahulu macam dan asal harta peninggalan itu apakah merupakan harta masing-masing pihak yang terpisah satu sama lain atau merupakan harta campuran dari suami dan istri.
Jika harta kekayaan masing-masing yang diperoleh secara warisan itu hanya dapat diwarisi oleh anak-anak si mati itu sendiri dan kalau tidak mempunyai anak diwarisi oleh keluarga yang meninggal,selanjutnya harta yang diperoleh secara hibah atau dengan hasil usaha sendiri,dapat diwarisi oleh anak istri atau suami yang masih hidup.
c.Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan

1.Tajhiz

Tajhiz ialah segala yang diperlukan seseorang yang meninggal dunia ,sejak dari wafatnya sampai pada penguburannya., seperti: belanja keperluan mayyit, memandikan, mengkafani,sampai pada mengubur .
2.Melunasi hutang-hutang
Menurut ibnu Hazm dan Asyafii, baik mendahulukan hutang pada allah seperti zakat dan kifarat,atas hutang kepada manusia.
3.Pelaksanaan wasiat
Hak ketiga yaitu pelaksanaan wasiat,dalam batas-batas yang dibenarkan syara’tanpa perlu persetujuan para waris yaitu,tidak lebih dari seper tiga harta peninggalan,sesudah diambil untuk keperluan tajhiz dan keperluan membayar hutang ,baik wasiat itu untuk waris ataupun untukorang lain
Jika pengambilan harta untuk pelaksnaan wasiat lebih dari seper tiga,maka diperlukan persetujuan dari pihak para waris.
4.Pembagian sisa harta kepada ahli waris

Pusaka yang dimiliki oleh para ahli waris apabila masih sisa harta,sesudah diambil keperluan tajhiz keperluan membayar hutang dan wasiat.Maka sisa itu menjadi harta waris dan dibagi menurut ketentuan syara’.

2.Ashobah

a. Pengertian ashobah
Lafadz ashobah menurut bahasa berarti kerabat seseoarang dari ayah.
Dalam ilmu hukum waris islam ashobah adalah ahli waris yang tidak memperoleh bagian-bagian tertentu dalam suatu pembagian harta peninggalan.Akan tetapi ahli waris ashobah mewarisi harta peniggalan setelah harta peninggalan itu terlebih dahulu diambil oleh ahli waris -ahli waris ashobbul furudh menurut bagianya.
b.Jenis-jenis ashobah nasabiyah

1.Ashobah binnafsi
Ashobah binnafsi adalah tiap-tiap kerabat lelaki yang hubungannya langsung dengan yang meninggal tidak diselingi oleh seseorang wanita,tetapi oleh seorang lelaki.Seperti saudara lelaki sebapak dan anaknya.
Garis keturunsn ashobah binnafsi

1.Bunuwwah,yaitu garis katurunan langsung dari yang meninggal,seperti anak laki-laki,dan cucu lelaki.
2.Ubuwah,yaitu asal orang tua dari yang meninggal,ayah dan nenek sejati.
3.Ukhuwah,yaitu persaudaraan dengan yang meninggal dunia termasuk saudara-saudara lelaki se ibu sebapa atau sebapa dan anak-anak lelaki dari mereka.

4.Ummah,bersepupu ( misan ) dari yang meninggal,seperti paman.mawaris

2.Ashobah bil ghair

Ialah setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadikannya ashobah dan untuk bersama-sama menerima ushubah. Ashobah bil ghair itu ada empat orang wanita yang fardh mereka ½ bila tunggal,dan 2/3 bila lebih dari seorang.
1. .Anak perempuan kandung
2. .Cucu perempuan pancar laki-laki
3. Saudari kandung kandung
4. .Saudari tunggal ayah
Orang laki-laki yang diperlukan untuk menjadikan ashobah yaitu :
• Anak laki-laki kandung ,
• Cucu laki-laki pancar laki-laki atau anak laki-laki pamanya.
• Saudara kandung
• Saudara seayah
• Kakek

c.Ashobah ma’al ghair

Yaitu setiap ahli waris perempuan yang mempunyai bagian tertentu yang membutuhkan ahli waris lain untuk menjadi ashobah,tetapi ahli waris yang dibutuhkan itu tidak bersama-sama denganya menjadi ashobah.dan mu’assyib tersebut tetap mendapat bagian menurut fardh nya sendiri.ashobah ma’al ghair itu hanya berjumlah 2 orang perempuan.Mereka itu adalah :
1.Saudari kandung
2.Saudari tunggal
Kedua orang tersebut dapat menjadi ashobah ma’al ghair dengan syarat –syarat:
a.Berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki.
b.Tidak berdampingan dengan saudaranya yang menjadi mu’asyibnya
contoh :
1.Ashobah binnafsi

Ahli waris terdiri dari :
• Seorang anak perempuan
• Seorang anak laki-laki
• Seorang saudara perempuan
Bagian masing-masing
• Seorang anak perempuan 1/2
• Seorang anak laki-laki 1/4
• Seorang saudara perempuan Ashobah

2.Ashobah bil ghair

Ahli waris terdiri dari :
• Suami
• Seorang anak laki-laki
• 2 anak perempuan
• Ibu
• Bapak
Bagian masing-masing
• Suami 1/4
• Seorang anak laki-laki ashobah
• 2 anak permpuan ashobah
• Ibu 1/6
• Bapak 1/6

3.Ashobah ma’al ghair

Ahli waris terdiri dari
• Isteri
• Anak perempuan
• Cucu perempuan garis laki-laki
• Saudara perempuan seayah
• Ibu
Bagian masing-masing
• Isteri 1/8
• Anak perempuan 1/2
• Cucu perempuan garis laki-laki 1/6
• Saudara perempuan seayah ashobah ma’al ghair
• Ibu 1/6


C.KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa :
-harta peninggalan itu adalah apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia untuk para ahli warisnya.
-Sebelum dibagikan kepada ahli waris haruslah terlebih dahulu diketahui macam-macam dan asal-usul harta tersebut dan dikethui hak-hak yang harus dipenuhi sebelum pembagian warisan.
-macam-macam ashobah yaitu:
1Ashobah binnafsi
2.ashobah bil ghair
3.Ashobah ma’al ghair


D.PENUTUP

Demikian makalah ini saya buat dan saya sampaikan semoga memberikan ilmu yang bermanfa’at bagi kita semua .Namun sebagai manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Kami sadar masih banyak kesalahn dalam penyusunan makalah ini.untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan


E.ISU-ISU FIQIH KONTEMPORER

Bagaimanakah harta warisan anak zina ?

Anak zina tidak saling mewarisi antara dia dengan bapak zinanya, karena tiak ada hubungan nasab antara keduanya sama sekali, juga tidak saling mewarisi antara dia dengan keluarga bapak zinanya. Berdasarkan hadits riwayar Amr bin Syu’aib dar bapak dari kakeknya bahwasannya Rosululloh bersabda :
أيما رجل عاهر بحرة أو أمة فالولد ولد الزنا لا يرث و لا يورث
Siapa saja lelaki yang berzina baik dengan wanita merdeka ataupun budak, maka anaknya anak zina tidak mewrisi dan tidak diwarisi.” (Shohih, lihat Shohih Turmudli 2113dan Tahqiq Misykah 3054)
Adapun antara dia dengan ibunya, maka keduanya saling mewarisi dengan kesepakatan para ulama’ (Lihat Al Mughni 9/114, Al Muhalla 9/302, Al-Majmu’17/245)
Tentang cara mewarisi antara keduanya, untuk warisan anak dari ibunya maka sebagaimana hukum anak lainnya. Namun untuk warisan ibu dari anak zinanya, ada perbedaan pendapat yang cukup tajam diantara para ulama’.
I. Imam Syafi’I, Malik, Abu Hanifah, Said bin Musayyib, Umar bin Abdul Aziz dan lainnya mengatakan bahwa anak zina apabila meninggal dunia , maka hartanya diwarisi oleh ibunya dan saudara-saudaranya seibu sebagaimana yang disebutkan oleh Alloh dalam Al Qur’an lalu sisanya diberikan pada baitul mal ummat islam.
Dalil mereka adalah : Bahwasannya hak mewarisi itu telah ditetapkan dengan nash, sedang tidak ditemukan nash yang memberikan bagian ibu diatas seprtiga, juga saudara seibu tidak lebih dari seperenam. Adapun bapaknya ibu serta kerabat ibu lainnya tidak ada bagian warisnya



















DAFTAR PUSTAKA

Direktorat jendral kelembgaan agama islam, Ilmu Fikih, IAIN Jakarta
http://www.mail-archive.com/faraid@yahoogroups.com/msg00034.html
Mudzakir ,fikih sunnah14, Bandung :al-ma’arif ,1999.
________, Fiqih sunnah , Bandung :Alma’arif ,1997.
Teuku M.Hasby Asydieqy, fikih mawaris, Semarang :Pustaka Rizki Putra 1999.

PERBANDINGAN DALAM STUDI ISLAM

I. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi masa kini, umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan apa yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme agama konflik intern atau antar agamaMasa kini tidak sedikit pertanyaan kritis yang harus ditanggapi oleh umat beragama yang dapat diklasifikasikan rancau dan merisaukan. Sebagai konsekuensi tampilnya sekian banyak agama, disini akan dibahas tentang perbandingan dalam studi Islam.

I. RUMUSAN MASALAH
A. Arti Perbadingan Agama
B. Islam dan Perbandingan Agama
C. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan Agama
D. Problem dan Prospek Perbandingan Studi Islam

II. PEMBAHASAN
A. Arti Perbadingan Agama
Kata “Perbandingan” mengandung unsur kepekaan tinggi, yanag tidak jarang mengundang kecurigaan, bahkan permusuhan. Membandingkan suatu dengan sepadannya dapat diartikan menempatkan satu pihak lebih unggul dari pihak lain. Karena itu perbandingan atau komparasi sering berujung dengan kompetisi. Hal ini mengakibatkan kebanyakan orang enggan untuk membandingkan hal-hal yang sangat berharga baginya dengan hal lain. Mereka khawatir kalau-kalau yang dimilikinya kalau-kalau yang dimilikinya akan dinilai lebih buruk dari milik orang lain. Tidak seorang pun senang jika keluarganya, bangsanya, dan terlebih negaranya dinilai lebih rendah dari yang lain akibat suatu perbandingan.
Lalu, bagaimana dengan perbandingan agama? Jika perbandingan yang dimaksud untuk menempatkan suatu agama lebih superior dari yang lain, maka pasti hal ini akan membawa kerah cauan, bahkan permusuhan. Setiap pemeluk agama akan menilai agamanya yang terbaik dan yang tersempurna jika dibandingkan dengan agama yang lain. Melihat kenyataan ini, Arnold Toynbee (1889-1975), sejarawan Inggris, secara gamblang berkata bahwa “Tidak seorangpun dapat menyatakan dengan pasti bahwa sebuah agama lebih benar dari agama lain”.
Pada sisi lain, suatu agama atau kepercayaan adalah suatu sistem tertentu, atau seperangkat sistem dimana ajaran-ajaran, my the, ritus, perasaan, penghayatan, pengamalan, lembaga dan beberapa elemen lainnya merupakan hal yang saling berkaitan dan bertautan, karena itu dalam memahami agama dan kepercayaan yang ada dalam suatu sistem dirasa sangat penting untuk mengetahui konteksnya yang khas. Misalnya saja kepercayaan terhadap suatu dewa dalam salah satu agama harus dilihat pada konteks suatu kepercayaan terhadap sang pencipta dan kehidupan yang transcendent dalam masyarakat. Lepas dari setuju atau tidak, kita kenal bahwa pada sekitar abad 20-an, salah seorang ahli ilmu perbandingan agama mengemukakan bahwa karakter suatu agama, dipandangnya sebagai suatu hal yang bersifat “totalitarian” atau yang lebih baik lagi bersifat “organik”. Ini berarti lalu menimbulkan suatu masalah apakah kepercayaan atau praktik agama dalam suatu sistem organik dapat diperbandingkan dalam suatu sistem yang sama dalam suatu sistem organik yang lain, atau tidak? Untuk ini, harus diakui bahwa setiap agama memiliki keunikan yang membedakan. Orang dapat mengetahui sangat uniknya suatu agama melalui suatu perbandingan, dan dalam memperbandingkan ini dapat dengan mencari perbedaan-perbedaannya. Dan inilah sebabnya mengapa studi agama dan kepercayaan seringkali dimaksudkan sebagai studi perbandingan agama.
Sisi terpenting, seperti yang dikemukakan oleh S.G.F. Brandon, memang disadari bahwa untuk memahami humanitas yang umum dan juga permasalahannya secara baik dan tepat, kita perlu mengetahui tentang agama yang dianutnya, politiknya, peraturan ekonominya, dan prestasi ilmiyah serta budayanya karena selain penilaian aspek-aspek agama yang metafisis, ternyata agama juga merupakan fenomena sosial yang sangat mendasar.
Karena studi ilmu perbandingan agama dapat ditekankan sebagai studi yang berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungannya dengan transcedent, dengan Tuhan, atau dengan apapun saja yang dianggap sakral, kudus, suci, maka dalam perkembangannya yang nampak bersifat deskriptif, lalu menganut bermacam-macam disiplin seperti sejarah, sosiologi, antrhopologi, psikologi, dan archeology. Dan karena studi ilmu perbandingan agama juga ditekankan pada studi yang juga di orientasikan pada pengakuan kebenaran keyakinan agama, maka ini lebih ditekankan pada theology dan filsafat agama.
Adalah tugas mulia umat beragama secara bersama-sama untuk menginterpretasikan ulang ajaran-ajaran agamanya untuk dikomunikasikan pada wilayah agama lain. Sehingga mengurangi tensi atau ketegangan antar umat beragama. Para teolog masing-masing agama dan para juru dakwah serta misionaris aturannya memang “belajar” memahami relung-relung keberagaman orang lain, hukan untuk tujuan pindah agama. Tetapi membuka kesempatan untuk lebih bersifal saling memahami dan toleran.

B. Islam dan Perbandingan Agama Lain
Perkembangan pendidikan dan kemajuan ulmu pengetahuan, kesemuanya itu merubah pandangan dan pikiran orang Islam diseluruh dunia dan sekaligus merupakan rennaisance orang Islam dalam lapangan ilmu pengetahuan, penertiban, kehidupan agama dan sebagainya. Dengan perkembangan tersebut para sarjana Islam memperbaharui polemik mereka terutama terhadap aktivitas missi Kristen. Pada umumnya polemik-polemik yang diadakan oleh kaum Muslim merupakan reaksi terhadap literatur-literatur yang diterbitkan oleh orang-orang Kristen.
Sejarah hubungan antara Islam dan kristen telah melalui masa yang panjang dan diliputi oleh suasana setempat.
Isi polemik antara Islam dan kristen pada umumnya meliputi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Kristologi (Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai kristus)
2. Kenabian Muhammad SAW terutama mu’jizatnya
3. Kedudukan Bybel sebagai wahyu
4. Ajaran Paulus yang dogmatis
5. Masalah Moral
Dalam kenyataannya materi politik antara abad pertengahan dan abad dua puluh meliputi hal yang sama, namun sudah tentu terdapat pemikiran baru yang terdapat dalam penerbitan mutakhir. Karena adanya pemikiran baru, maka sekalipun pokok pembicaraan sama. Namun ada perobahan dalam interpretasi. Dalam beberapa hal terdapat perhatian umat Islam terhadap penemuan baru. Adanya penemuan baru tersebut dipergunakan oleh umat Islam untuk membahas kitab suci Kristen.
Dalam hal toleransi, Nabi Muhammad pernah memberi suri tauladan yang sangat inspiring dihadapan para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa nabi pernah dikucilkan dan bahkan diusir dari tanah Makkah. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk beberapa lama dan kemudian kembali ke Makkah. Peristiwa ini disebut dengan fatkhul Makkah. Dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak mengambil langkah balas dendam kepada orang-orang yang telah mengusirnya.
Dengan titik tolak pandangan tersebut umat Islam pada tempatnya bersikap menghargai agama orang lain. Menghargai agama orang lain tidak identik dengan pengakuan akan pengakuan kebaikan dan kebenaran agama tersebut.

C. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan
Manusia mempunyai naluri sebagai hewan yang beraqidah, atau secara naluriah, manusia adalah hewan yang beragama. Aqidah agama ini merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan sejak awal pembentukan psichis dan mental manusia. Aqidah ini tidak biasa berdiri sendiri dan terlepas dari proses pembentukan.
Karena tantangan Islam pada periode klasik kedua (± abad ke-8 sampai dengan abad ke-12) bercorak intelektual spekulatif heelenisme dan gnotisisme Persi. Maka telogi yang berkembang dalam wacana pemikiran Islam juga dipengaruhi oleh sifat tantangan itu. Karena sifat yang demikianitu, orang akan sia-sia menemukan formulasi teuhid sosial yang komprehensif dan utuh. Bahkan pada masa modern, corak intelektual dari kajian tentang tauhid masih terus berlangsung.
Berbagai macam hasil studi telah sama-sama menguatkan bahwa adanya aqidah (keyakinan agama) ini berdiri dibelakang kemajuan kemajuan yag muncul, dan juga berdiri di belakang penemuan-penemuan materiil yang dicapai oleh manusia. Entah itu dalam lapangan ilmu pengetahuan, hasil-hasil prcobaan, methode-methode struktur social, politik dan ekonomi. Maka tak heran bila aqidah agama ini saling berbeda.
Faktor-faktor kehidupan yang ada hubungannya dengan cara memahami alam dan kehidupan. Sehingga ilmu pengetahuan yang dicapai oleh setiap kemajuan corak lama ini merupakan bagian dari aqidah agama yang sangat diyakini oleh anggota-anggota masyarakat. Maka dari itu ilmu pengetahuan campur aduk jadi satu dengan aqidah agama. Sehingga agama dilunturi dengan kesamaran-kesamaran mistikd an tasawuf. Sebagaimana filsafat pada dasarnya adalah kerja otak saja. Tapi karena filsafat ini berbaur dari satu masyarakat ke lain masyarakat. Akhirnya timbul bermacam-macam filsafat yang juga ikut melunturi agama. Tidak ada filsafat yang benar-benar murni dan mndetail/melulu sebagai filsafat. Tergantung dari jauh dan dekatnya dengan agama atau aqidah.
Cina pada zaman dahulu karena letak geografisnya berada di daerah tepian iklim panas dan dingin, Cina termasuk daerah yang ramai. Solidaritas dan kerja sama keluarga merupakan faktor umum yang menumbuhkan aqidah agama di sana. Sedang loyalitas keluarga dianggap sebab yang paling nyata yang membentuk politik China.
Tiga agama yang ada disana yaitu Kong Hu Chu, Tao dan Budha berkisat tentang mencari hakekat hidup bahagia diats dunia dengan cara yang simpel tanpa macam-macam keyakinan.
Dalam masalah loyalitas keluarga melingkupi keluarga dalam pengertian yang kecil dan keluarga yang besar yaitu negara.
Kong Hu Chu memusatkan perhatian pada moral dan loyalitas keluarga sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan diatas bumi ini. Taoisme mementingkan keseimbangan jiwa dan raga antara manusia dan naluri. Sedang Budha mementingkan pada pembebasan jiwa.

D. Problem dan Prospek Perbandingan Studi Islam
Pada dataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbeban oleh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
Kendala lain menyangkut perbandingan agama adalah tingkat objektivitas peneliti yang melakukan perbandingan. Kata Hierke Gaard (1813-1855), filosof agamawan asal Denmark, yang setujui banyak orang, “Berlaku netral terhadap studi agama-agama hampir tidak mungkin. “salah satu sebabnya, seseorang peneliti tidak akan dapat memahami, apalagi mendalami agama tanpa yang bersangkutan terlibat secara emosional dan spiritual dengan agama tersebut. Disamping itu seorang peneliti tidak akan mungkin dapat menghayati dan memahami secara mendalam lebih dari sat agama.
Menurut Bambang Sugiharto, tantangan yang dihadapi setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya ada tiga. Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dis orientasi nilai dan degradasi miralitas agama ditantang dengan tampil sebagai suara moral yang otentik. Kedua, agama harus menghadapi kecenderungan pluralisme, mengolahnya dalam kerangka “theologi” baru dan mewujudkannya dalam aksi-aksi kerjasama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan ketidak adilan (Bambang Sugiharto dan Andito (ed) 1998: 29-30).
Untuk mengatasi kerancauan diatas, pakar-pakar studi agama lalu membagi pendekatan studi agama (yang juga mencakup studi perbandingan agama) ke dalam dua kategori:
1. Pendekatan Deskriptif
Pendekatan ini menguraikan secara komprehensif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin, dan lain-lain elemen tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (Value judgment).
Cara ini kemudian dikembangkan oleh pakar-pakar dialog antar agama dengan menggunakan istilah intelektual conversion (beralih) agama pada tingkat pemikiran, bukan pada tingkat imani yang hakiki.
2. Pendekatan Normatif
Pendekatan ini menjelaskan sebuah agama dengan menitik beratkan kebenaran doktrinal, keunggulan sistem nilai, ontetisitas teks, serta fleksibelitas ajaranya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif Apologetik dalam mempertahankan keunggulannya. Dalam membandimgkan suatu agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur “kelemahan dan kekurangan” pihak lain selalu ditonjolkan.
Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memeperkukuh iman, pendekatan deskriptif pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik agama. Perlu digarisbawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.
Dalam konteks negara kita, umat Islam Indonesia yang jumlahnya terbesar dibanding yang ada di negara-negara lain harus mampu memberi contoh dalam membina kerukunan antar umat beragama dan sekaligus memelopori pendekatan antar sekte Islam demi tercapainya suatu ummah seperti yang digambarkan oleh Al-Qur’an.

III. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas pemakalah menyimpulkan bahwa perbandingan dalam studi Islam adalah suatu cara untuk mengembangkan dan memeperluas cakrawala pemahaman terhadap agama. Kemudian berusaha untuk memahami kehidupan batin orang maupun masyarakat, yang berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungan dengan Tuhan, atau dengan apapun yang dianggap sakral.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya susun, pemakalah menyadari tentunya makalah ini masih banyak keasalahan dan kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Selanjutnya diharapkan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Lina riqotul wafiyah
083111079























DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Abud, Abdu Al-Ghny, Aqidah Islam –Vs – ideologi modern, Ponorogo: Tri Murti Press, 1992.
Daradjat, Zakiah, Perbandingan Agama Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan IAIN, 1984.
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubaroh, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Maarif, A. Syafi’i, Islam dan Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat, Yogyakarta: Pustaka Peljar, 1997.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1997.

SINKRETISME BUDAYA ISLAM JAWA

I. PENDAHULUAN

Menelisik sejarah Jawa yang menjadi tempat untuk didatangi bangsa-bangsa lain, dan kemudian menjadi tempat penyebaran dan tumbuh kembangnya agama-agama besar dunia, maka membuktikan bahwa budaya dan peradaban Jawa ramah dan toleran terhadap budaya dan peradaban lain. Bahkan kemudian ‘bersedia’ untuk bersinergi dan sampaipun ke masalah laku budaya spirituil. Dan sinerrgi tersebut akhirnya menghasilkan sinkretisme.
Penyebaran agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-15 dihadapkan kepada dua jenis lingkungan, yaitu budaya kejawen (istana Majapahit) yang menyerap unsur-unsur Hindunisme dan budaya pedesaan. Dalam pada itu terjadi culture contact yang kemudian berbuah akulturasi antara dua arus nilai yang sama besarnya, yaitu asimilasi antara ajaran Islam dengan budaya Jawa, baik dalam lingkungan keraton maupun pedesaan.

II. PEMBAHASAN

A.Pengertian Sinkretisme

Secara etimologis, sinkretisme berasal dari kata syin dan kretiozein atau kerannynai, yang berarti mencampurkan elemen-elemen yang saling bertentangan. Adapun pengertiannya adalah suatu gerakan di bidang filsafat dan teologi untuk menghadirkan sikap kompromi pada hal yang agak berbeda dan bertentangan.Simuh menambahkan bahwa sinkretisme dalam beragama adalah suatu sikap atau pandangan yang tidak mempersoalkan murni atau tidaknya suatu agama. Oleh karena itu, mereka berusaha memadukan unsur-unsur yang baik dari berbagai agama, yang tentu saja berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dijadikannya sebagai satu aliran, sekte, dan bahkan agama.
Menurut Sumanto al-Qurtubi, “proses sinkretisme menjadi tak terelakkan ketika terjadi perjumpaan dua atau lebih kebudayaan/tradisi yang berlainan”
Dalam menerangkan keberagaman masyarakat Jawa, kuncaraningrat membagi mereka menjadi dua, yaitu agama Islam Jawa dan agama Islam Santri. Yang pertama kurang taat kepada syariat dan bersikap sinkretis yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu, dan Islam, sedangkan yang kedua lebih taat dalam menjalankan ajaran agama Islam dan bersifat puritan.Namun demikian, meski tidak sekental pengikut agama Islam Jawa dalam keberagamaan, para pemeluk Islam santri juga masih terpengaruh oleh animisme, dinamisme, dan Hindu-Budaha.

B. Latar Belakang Munculnya Sinkretisme Islam-Jawa
Membaca lahirnya sinkretisme Islam-Jawa ada baiknya jika dihubungkan dengan masuknya Islam di Jawa. Ada tiga hal yang sangat penting untuk diketahui berkaitan dengan latar belakang sejarah sinkretisme Islam-Jawa. Pertama, pada waktu itu sejarah Islam tercatat dalam periode kemunduran. Runtuhnya Dinasti Abbasiyah oleh serangan Mongol pada 1258 M., dan tersingkirnya Dinasti Al-Ahmar (Andalusia/Spanyol) oleh gabungan tentara Aragon dan Castella pada 1492 M menjadi pertanda kemunduran politik Islam. Begitu juga arus keilmuan dan pemikiran Islam saat itu terjadi stagnasi.
Hal ini berpengaruh pada tipologi penyiaran Islam yang elastis dan adaptif terhadap kekuatan unsur-unsur lokal, mengingat kekuatan Islam baik secara politik maupun keilmuan sedang melemah. Bertepatan pada akhir abad XV di mana terjadi Islamisasi secara besar-besaran di tanah Jawa, maka metode dakwah Islam seperti pada umumnya waktu itu bercorak apresiatif dan toleran terhadap budaya dan tradisi setempat.
Kedua, pandangan hidup masyarakat Jawa sangat tepo seliro dan bersedia membuka diri serta berinteraksi dengan orang lain. Menurut Marbangun Hardjowirogo, masyarakat Jawa lebih menekankan sikap atau etika dalam berbaur dengan seluruh komponen bangsa yang bermacam-macam suku dan bahasa, adat dan termasuk agama. Karena manusia Jawa sadar bahwa tak mungkin orang Jawa dapat hidup sendiri. Pandangan demikian senada dengan filsafat Tantularisme khas Jawa yang mengajarkan humanisme dalam segala bidang sinkretismeme.
Pandangan hidup masyarakat Jawa seperti ini lebih mempermudah dalam menerima ajaran Islam yang kategorinya paham asing. Akhirnya proses interaksi antara keduanya tidak bersifat konfrontatif, sebaliknya bersifat akomodatif dan toleran. Kedua hal itulah yang melatarbelakangi sinkretisme Islam dengan budaya kejawen terjadi sangat mudah dan seakan tanpa sekat.
Ketiga, sebelum Islam membumi di Jawa, yang membingkai corak kehidupan masyarakat adalah agama Hindu-Budha serta kepercayaan animisme maupun dinamisme. Hindu, Budha, animisme maupun dinamisme yang menjadi system kepercayaan atau agama tentunya (sesuai agama-agama lain) telah mengajarkan konsep-konsep religiusitas yang mengatur hubungan menusia dengan Tuhan yang diyakini sebagai pencipta alam.
Spiritualitas dan religiusitas yang menjadi pijakan keberagamaan orang Jawa yang terkandung dari keempat unsur tersebut jika kita benturkan dalam “kesalihan” Jawa tidak lain adalah untuk mencapai satu titik tertinggi, yaitu kasunyatan atau kesejatian hidup. Tak berbeda dengan Islam, sebagai ajaran agama nilai-nilai ajaran yang ada di dalamnya pun memuat prinsip-prinsip kepercayaan masyarakat Jawa, khususnya berkaitan dengan keberadaan sang pencipta atau Tuhan. Dalam semua tradisi tersebut, termasuk Islam, Tuhan merupakan wujud kekuatan adikodrati yang mengendalikan segala sesuatu yang manusia harus tunduk kepada-Nya dalam bentuk pengabdian.
Dengan menggunakan kerangka berpikir sedemikian, Islam menjadi mudah diterima dan menyatu di dalam masyarakat merupakan sebuah keniscayaan yang tak terhindarkan. Pandangan Jawa yang meyakini agama ageming aji, adalah falsafah yang mengajarkan bahwa agama merupakan sebuah ajaran agar kehidupan yang dijalani mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai ketuhanan.
Tiga hal inilah yang melatarbelakangi masuknya Islam di tanah Jawa terhitung cukup mudah dan bisa berinteraksi secara damai dengan masyarakat. Tetapi di samping itu, tidak terlepas pula peran besar Walisongo yang menggunakan metode yang toleran dan akomodatif terhadap budaya dan agama Jawa.
C. Praktek-praktek Sinkretisme Budaya Islam Jawa
Untuk lebih mengkongkritkan pengertian dan pemahaman tentang masalah sinkretisme, berikut ini diuraikan bebrapa contoh.
a.Penggabungan antara Dua Agama/Aliran atau Lebih
Menggabungkan dua agama atau lebih dimaksudkan untuk membentuk suatu aliran baru, yang basanya merupakan sinkretisasi antara kepercayan (lokal Jawa) dengan ajaran agama Islam dan agama lainnya.
Sebagai contoh dari langkah ini adalah ajaran Ilmu Sejati yang diciptakan oleh Raden Sujono alias Prawirosudarso, yang berasal dari Madiun. Menurut pengakuannya, ajaran Ilmu Sejati diasaskan pada kesucian yang dihimpun dari ajaran Islam, Kristen, dan Budha
b Bidang Ritual
1. Upacara Midodareni
Bagi masyarakat tradisional, pergantian waktu dan perubahan fase kehidupan adalah saat-saat genting yang perlu dicermati dan diwaspadai. Untuk itu mereka mengadakan upacara peralihan yang berupa slametan, makan bersama (kenduri), prosesi dengan benda-benda keramat dan sebagaimya. Begitu pula sebelum Islam datang, di kalangan masyarakat Jawa sudah terdapat ritual-ritual keagamaan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk slametan yang berkait dengan siklus kehidupan, seperti kelahiran, kematian, membangun dan pindah rumah, menanam dan memanen padi, serta penghormatan terhadap roh para leluhur dan roh halus. Ketika Islam datang ritual-ritual ini tetap dilanjutkan, hanya isinya diubah dengan unsur-unsur dari ajaran Islam. Maka terjadilah islamisasi Jawaisme (keyakinan dan budaya Jawa).
Upacara Midodareni misalnya, adalah suatu ritual yang dilangsungkan pada malam hari menjelang hari perkawinan. Ritual ini dimaksudkan sebagai usaha keluarga pengantin untuk mendekati para bidadari dan roh halus supaya melindungi kedua calon pengantin dari mara bahaya yang menganggu jalannya perkawinan dan hari-hari sesudahnya. Dikalangan muslim yang taat dalam beragama, ritual ini diisi dengan pembacaam Barzanji, kalimat toyyibah, dan tahlil.
2. Upacara Barokahan dan Sepasaran
Dalam Islam, ketika seorang bayi lahir, ayah ibunya disyariatkan untuk melaksanakan aqiqah, dengan menyembelih seekor kambing kalau yang dilahirkan perempuan, dan duaekor kambing kalau yang dilahirkan laki-laki. Namun kenyataan menunjukkan masyarakat muslim Jawa tidak melaksanakan perintah ini. Sebagai gantinya mereka mengadakan upacara barokahan (diadakan setelah bayi lahir ke dunia ni dengan selamat) dan sepasaran (ketika bayi berusia lima hari), dengan harapan dan doa, agar anak yang dilahirkan tersebut akan menjadi orang linuwih di kemudian hari. 3. Sungkeman
Menggabungkan Islam dengan budaya lokal dalam konteks ini adalah melaksanakan syariat Islam dengan kemasan budaya Jawa. Berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib. Dalam melaksanakan syariat ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem. Sungkeman
Menggabungkan Islam dengan budaya lokal dalam konteks ini adalah melaksanakan syariat Islam dengan kemasan budaya Jawa. Berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib. Dalam melaksanakan syariat ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem.
c.Pada aspek kepercayaan
Fondasi Islam telah menyatu dengan berbagai unsur keyakinan Hindu-Budha maupun kepercayaan primitif. Sebutan Allah dengan berbagai nama yang terhimpun dalam asma’ al husna telah berubah menjadi Gusti Allah, Gusti Kang Murbeng Dumadi (al-Khaliq), Ingkang Maha Kuwaos (al-Qadir), Ingkang Maha Esa (al-Ahad), Ingkang Maha Suci, dan lain-lain.
Nama-nama itu bercampur dengan nama dari agama lain sehingga muncul sebutan Hyang Maha Agung (Allahu Akbar), Hyang Widi, Hyang Jagad Nata (Allah rabb al-alamin), atau Sang Hyang Maha Luhur (Allah Ta’ala). Kata Hyang berarti Tuhan atau lebih tepatnya dewa, sehingga ka-Hyang-an diartikan sebagai tempat para dewa. Dalam hal ini Allah terhayati sebagai pribadi yang menjadikan, memelihara, memberikan petunjuk, dan memberi rizki kepada semua makhluk ciptaan-Nya.
d. Dalam Doa dan Mantera
Salah satu jasa Sunan Makhdum Ibrahim, yang dikenal sebagai Sunan Bonang, dalam menyebarkan Islam di Jawa adalah mengganti nama-nama dewa-dewa yang terdapat dalam mantera-mantera dan doa dengan nama nabi, malaikat, dan tokoh-tokoh terkenal di dalam Islam. Dengan cara ini diharapkan masyarakat berpaling dari memuja dewa-dewa dengan menggantinya dengan tokoh-tokoh yang berasal dari dunia Islam.
D. Reaksi terhadap Usaha Sinkretisasi
Dalam mengahadapi sinkretisasi ajaran-ajaran Islam dengan tradisi Jawa pra-Islam, paling tidak telah muncul tiga pendapat. Di kalangan masyarakat Jawa terdapat orang-orang muslim taat, yang kalu ditanya tentang landasan dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam, mereka menjawab landasanya adalah al-Quran dan as-Sunnah. Namun meskipun mereka mempunyai landasan yang sama, implementasi gagasan ini di lapangan berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Kelompok pertama adalah yang berusaha untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan bersikap hati-hati dalam menyikapi tradisi dan budaya lokal, terutama yang dianggapnya berbau takhayul, khurafat, dan syirik.bagi yang menerima pendapat ini, al-Quran dan as-Sunnah sudah mengatur peri kehidupan serta semua tata cara ritual dan kepercayaan untuk semua pemeluk agama Islam
. Kelompok kedua adalah kelompok moderat. Orang-orang yang berada dalam kelompok ini beranggapan bahwa dalam berdakwah, seorang dai atau mubaligh harus menggunakan al-hikam (cara-cara yang bijak). Oleh karena itu, dalam menghadapi masyarakat Jawa yang
Kelompok yang ketiga adalah mereka yang dapat menerima sinkretisme secara keseluruhan
III.KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, dapat kita tarik pemahaman bahwa proses penyebaran Islam di tanah Jawa menggunakan pendekatan kultural, yakni adaptif dan akomodatif dengan budaya dan tradisi setempat. Sehingga Islam dapat diterima oleh masyarakat Jawa meskipun akhirnya mengalami proses akulturasi dengan nilai-nilai setempat.
Setelah Islam dan Jawa bersenyawa menjadi satu dalam sebuah ikatan religius dan spiritual, keduanya sangat padu. Bahkan seakan-akan tidak bisa dibedakan sebenarnya yang mana budaya Jawa dan yang mana Islam. Kemudian pencampuran keduanya, atau yang tadi disebut sinkretisme menjadi bentuk dan ciri khas Islam di Jawa.
IV. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat dengan mengumpulkan data kepustakaan dari berbagai sumber. Tidak lain adalah untuk memberikan pengantar mahasiswa dalam memahami studi Islam-Jawa. Namun di balik itu, kami sadar sepenuhnya bahwa di dalamnya masih terdapat banyak kelemahan. Oleh karena itu saran dan kritik konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan salanjutnya.

Pengertian Hak Intelektual



BAB I
DASAR HaKI


A. PENGERTIAN
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1. Hak Cipta (copy rights)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
• Paten;
• Desain Industri (Industrial designs);
• Merek;
• Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition);
• Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
• Rahasia dagang (trade secret);
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
b. Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
c. Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.
Di dalam organisasi Direktorat Jenderal HaKI terdapat susunan sebagai berikut :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu, dan Rahasia Dagang;
c. Direktorat Paten;
d. Direktorat Merek;
e. Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f. Direktorat Teknologi Informasi;
Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting darti persetujuan WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang HaKI, yaitu :
a. Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979;
b. Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under the PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
c. Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997;
d. Bern Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works dengan Keppres No. 18 tahun 1997;
e. WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19 tahun 1997;
Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world Intellectual Property Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.

B. DASAR HUKUM
Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
• Program atau Piranti lunak computer, buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis lainnya.
• Dari warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat, atau
• Untuk mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat) memiliki hak-hak ekonomi itu;
• Program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat.
Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah perusahaan-perusahaan pencipta program ataupiranti lunak computer untuk computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan programataupiranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi pula oleh UNDANG-UNDANG HAK CIPTA INDONESIA.
Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata. Jika anda atau perusahaan melanggar hak cipta pihak lain, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, meniruataumenyalin, menerbitkan ataumenyiarkan, memperdagangkanataumengedarkan atau menjual karya-karya hak cipta pihak lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk bajakan) maka anda telah melakukan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi pidana sebagai berikut,

KETENTUAN PIDANA
PASAL 72
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).
(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta rupiah).
Disamping itu, anda danatauatau perusahaan anda juga dapat dikenakan gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-pelanggaran itu.


BAB II
HaKI DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi informasi tidak dapat lepas dari keberadaan HaKI. Secara umum HaKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak yang diberikan oleh negara secara eksklusif terhadap karya-karya yang lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang ditopang oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung bersentuhan dengan obyek-obyek pengaturan dalam HaKI, yaitu cipta, paten, merek, desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu. HaKI mendapatakan sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran HaKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan software. Berikut merupakan table perkiraan kerugian industri AS akibat pembajakan hak cipta di seluruh dunia pada tahun 2004.

Perkiraan kerugian industri AS akibat pembajakan hak ciptadi seluruh dunia pada 2004 (US$ juta)
Negara Film Musik rekaman Software
Kerugian persen Kerugian persen Kerugian persen
Pakistan 12.0 NA 70.0 100 persen 9.0 83 persen
Russia 275.0 80 persen 11.9 66 persen 751.0 87 persen
Ukraine 45.0 90 persen 115.0 65 persen 64.0 91 persen
Argentina 30.0 45 persen 41.5 55 persen 63.0 75 persen
Brazil 120.0 30 persen 343.5 52 persen 330.0 63 persen
Negara Film Musik rekaman Software
Kerugian persen Kerugian persen Kerugian persen
Bulgaria 4.0 35 persen 6.5 75 persen 16.0 71 persen
Chile 2.0 40 persen 24.8 50 persen 41.0 63 persen
Colombia 40.0 75 persen 51.6 71 persen 34.0 50 persen
Dominika 2.0 20 persen 10.3 75 persen 3.0 76 persen
Mesir NA NA 7.5 40 persen 35.0 68 persen
India 80.0 60 persen 67.3 50 persen 220.0 74 persen
Indonesia 32.0 92 persen 27.6 80 persen 112.0 87 persen
Kuwait 12.0 95 persen 8.0 65 persen 24.0 68 persen
Lebanon 10.0 80 persen 3.0 70 persen 15.0 75 persen
China 280.0 95 persen 202.9 85 persen 1465.0 90 persen
Filippina 33.0 85 persen 20.0 40 persen 38.0 70 persen
Korsel 40.0 20 persen 2.3 16 persen 263.0 46 persen
Thailand 30.0 60 persen 24.9 45 persen 90.0 78 persen
Belarus NA NA 26.0 71 persen NA NA
Bolivia 2.0 NA 16.0 90 persen 7.0 78 persen
Ecuador NA NA 20.0 95 persen 7.0 69 persen
Hungary 20.0 35 persen 11.5 38 persen 56.0 42 persen
Israel 30.0 40 persen 34.0 40 persen 36.0 37 persen
Italia 160.0 15 persen 45.0 23 persen 567.0 47 persen
Kazakhstan NA NA 23.0 68 persen NA NA
Latvia NA NA 12.0 85 persen 9.0 58 persen
Lithuania 1.5 65 persen 15.0 80 persen 11.0 58 persen
Malaysia 36.0 50 persen 55.5 52 persen 74.0 63 persen
Meksiko 140.0 70 persen 326.0 60 persen 230.0 65 persen
Selandia Baru 10.0 8 persen NA NA 12.0 22 persen
Peru 4.0 75 persen 68.0 98 persen 18.0 67 persen
Negara Film Musik rekaman Software
Kerugian persen Kerugian persen Kerugian persen
Polandia 30.0 35 persen 36.0 37 persen 175.0 58 persen
Romania 8.0 55 persen 18.0 78 persen 32.0 74 persen
Saudi Arabia 20.0 40 persen 15.0 35 persen 85.0 56 persen
Serbia and Montenegro NA 85 persen 12.0 80 persen NA NA
Taiwan 40.0 40 persen 49.4 36 persen 83.0 43 persen
Tajikistan NA NA 5.0 81 persen NA NA
Turki 50.0 45 persen 15.0 70 persen 99.0 66 persen
Turkmenistan NA NA 7.0 85 persen NA NA
Uzbekistan NA NA 31.0 81 persen NA NA
Venezuela 25.0 NA 31.0 80 persen 36.0 75 persen

Setelah melihat table di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang computer sungguh sangat memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang digunakan di Indonesia merupakan program yang disalin secara ilegal. Dampak dari pembajakan tersebut menurunkan citra dunia Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini menurunkan tingkat kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan tingkat kepercayaan calon pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software Alliance). Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya masih belum siap menerima HaKI, selain itu pembajakan software sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia. Berikut adalah daftar harga software asli dari Microsoft:
01. CD Original Windows® 98 Second Edition US$75
02. CD Original Windows® Millennium Edition US$75
03. CD Original Windows® XP Home Edition US$75
04. CD Original Windows® 2000 Professional 1-2CPU US$175
05. CD Original Windows® XP Professional US$175
06. CD Original Windows® 2000 Server 1-4CPU for 5 CALs US$750
07. CD Original Office 2000 SBE Edition (includes MS Word, MS Excel, MS
Outlook, MS Publisher,Small Business Tools) US$210
08. CD Original Office XP Small Business Win32 English (includes MS Word, MS
Excel, MS Outlook, MS Publisher) US$200.

Harga di atas tentunya sangat jauh jika dibandingkan dengan cd bajakan yang ada di Indonesia. Bagi kita pun, rasanya seperti sudah sangat biasa kita menemukan betapa sofware-software tersebut ataupun dalam bentuk collection yang dijual hanya dengan harga yang berkisar antara lima hingga beberapa puluh ribu rupiah di toko-toko komputer, ataupun perlengkapan aksesorisnya.
Permasalahan yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa penggunaan software bajakan ini tidak hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula mencakup kalangan korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak hukumnya sendiri pun bisa dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan bersih dari penggunaan software bajakan. Proses pemberantasannya barangkali akan mengalami banyak hambatan, contoh saja spot yang muncul di sebuah milis yang barangkali memperlihatkan bagaimana ironisnya :
“Suka liat acara buser dan sejenisnya nggak?, kan sering kelihatan tuh di kantor polisi, pak polisi lagi ngetik surat-2 atau berita acara dsb. perhatiin deh, komputernya = rakitan, yaa bukannya nuduh, tapi komputer rakitan "i.d.e.n.t.i.k" dengan software bajakan, pengen jg sih saya laporkan. Tapi gimana...
--- ITCenter.”
Terlepas dari fakta bahwa postingan tersebut masihlah merupakan spot yang mungkin tidak berdasar, namun melihat dari kenyataan yang ada di lingkungan kita, hal ini bukan hal yang tidak mungkin, bahkan sangat mungkin terjadi.
Bagaimana sebenarnya cara yang bisa menjadi pemecahan terbaik dan cost-efective untuk melegalisasikan penggunaan software tersebut? Baik menggunakan opensource ataupun proprietary sama-sama membutuhkan investasi yang (secara makro) cukup besar. Umumnya sumber daya manusia yang dimiliki saat ini sudah terlatih untuk menggunakan software yang umum digunakan seperti Windows, Office, dan sejenisnya yang merupakan proprietary software, dan untuk menggunakan software proprietary secara legal membutuhkan biaya yang cukup besar. Di sisi lain solusi ini barangkali terjawab dengan software opensource seperti Linux dengan StarOffice misalnya, namun hal ini juga membutuhkan biaya untuk training SDM yang saat ini dimiliki dan invisible-cost yang muncul akibat turunnya produktifitas selama masa adaptasi.
Untuk mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari semakin meningkat maka sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang dikenal dengan BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan akan terus melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan swasta dengan cara melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa saja yang memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan software illegal di perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bias saja dari masyarakat luas, bias saja dari karyawan perusahaan itu sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan informasi kepada BSA.
Sementara pemerintah Indonesia akan menggiatkan kampanye melawan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya masalah ini. Pemerintah juga akan meningkatkan frekuensi pembersihan (razia), memperberat hukuman terhadap para pelanggar HaKI dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah masuknya produk-produk bajakan ke Indonesia. Salah satu langkah yang diambil pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk Tim Keppres 34, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan perundang-undangan hak cipta, merek dan paten.


BAB III
DAMPAK PELANGGARAN HaKI

Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan perusahaan pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak berkembang karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini. Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena selalu khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas dari perusahaan software yang semakin hari merugi karena aksi pembajakan, sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar menghadapi suatu masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business Software Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan mereka ditindak tegas sesuai ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State Trade Representatif yang dalam beberapa tahun belakangan ini menempatkan Indonesia pada posisi priority watch list. Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act. Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia. "Dalam hal ini, pasar Indonesia di Amerika Serikat yang menjadi taruhannya, bidang yang menjadi sorotan utama, yakni hak cipta menyangkut pembajakan video compact disk serta program komputer, dan paten berkenaan dengan obat-obatan (pharmaceuticals). Karena itu, yang penting sebenarnya, adalah komitmen dari penegak hukum Indonesia pada standar internasional mengenai HaKI sendiri. Apalagi, Indonesia sudah menyatakan ikut dalam convention Establishing on the World Trade Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya terdapat Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement(TRIPs).
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HaKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HaKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. "Jikalau suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HaKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HaKI di Indonesia. Dua hal yang menjadi sorotan utama, yakni penghormatan hak cipta yang menyangkut pembajakan VCD dan program komputer, serta penghargaan hak paten berkenaan dengan obat-obatan.












BAB VI
SOLUSI PELANGGARAN HaKI
Untuk menekan pembajakan software, maka alternative pertama adalah dengan menggunakan software berbasis linux yang disebarluaskan tanpa dipungut biaya. Sehingga tetap bias mendapatkan harga murah, tanpa harus menggunakan software bajakan. Namun hal tersebut masih sulit dilakukan. Walaupun beberapa terakhir ini pihak pedagang sudah berupaya keras menyosialisasikan software linux yang gratis. Namun pembeli masih memilih software Microsoft yang sudah diakrabinya sejak lama. Untuk ini memang butuh waktu, karena linux memang relative baru dikenal masyarakat umum. Butuh advokasi market, agar software linux bias memasyarakat.
Alternative pilihan yang kedua yaitu dengan diadakannya program “Campus Agreement” guna memberi lisensi masal bagi computer kampus dengan harga jauh lebih murah, antara lain untuk Windows 98,Windows NT, dan Microsoft Office. Apabila model ini dapat disosialisasikan secara luas dikalangan kampus, maka semestinya tidak ada lagi alasan pembenaran bagi tindakan pembajakan software di lingkungan kampus.
Tawaran dari pihak Microsoft Indonesia dengan memanfaatkan Microsoft Campuss Agreement memang lumayan menolong. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan tidak semua institusi pendidikan memiliki dana yang memadai untuk membayar lisensi. Berikut ini diberikan ilustrasi mengenai besarnya dana yang perlu dikeluarkan oleh suatu institusi pendidikan. Terus terang informasi ini hanyalah interpretasi dari informasi yang ada pada situs Microsoft.
Memang institusi pendidikan menghadapi dilema berat dalam aspek legalitas perangkat lunak dan pembiayaannya. Sebagai contoh harga piranti lunak yang biasa digunakan adalah sebagai berikut (informasi ini hanya perkiraan minimal):
Program Harga satuan
Windows 95 USD 160
Program Harga satuan
Windows 98 USD 200
Windows NT USD 598 (tanpa lisensi CAL)
CAL Windows NT USD 15 per 1 user terkoneksi ke server
Jadi sebagai contoh misal suatu institusi dengan 100 komputer yang menggunakan MS Windows 98 sebagai sistem opersi maka akan menghabiskan dana sekitar :
Jenis Jumlah Harga Total
Lisensi MS Windows 98 100 200 20.000
Lisensi MS Windows NT 1 598 598
CAL untuk MS Windows NT 15 100 1500
Total 22098
Sehingga berdasarkan perkiraan kasar di atas, suatu institusi yang memiliki 100 komputer dan 1 NT server akan menghabiskan minimal 22.098 USD hanya untuk pembelian lisensi sistem operasi. Belum termasuk biaya program aplikasinya. Memang lisensi dari vendor tidak sesimple di atas, ada beberapa model lisensi misal :
• Premium customer. Lisensi ini diberikan kepada kustomer kelas besar yang juga meliputi dukungan teknis dan akses kepada pengetahuan internal (Knowledge Base).
• Customer biasa : Hanya memperoleh dukungan teknis dari partner (Solution Provider, CTEC, dan lain-lain)
• MOLP (Microsoft Official License Programing), dikenal juga dengan istilah paket hemat, akan tetapi tampaknya kini telah tidak ada lagi.
• Lisensi massal yang diberikan kepada suatu institusi yang menggunakan program dalam jumlah banyak, misal untuk institusi pendidikan dikenal dengan Microsoft Campus Agreement
Tetapi dalam bahasan ini hanya akan dibahas suatu lisensi keringanan yang biasa diberikan bagi kampus. Lisensi ini memungkinkan suatu anggota institusi untuk memiliki perangkat lunak produk MS secara lebih murah, karena pihak institusi telah membayar secara borongan per tahun berdasarkan jumlah warga institusi tersebut. Berdasarkan informasi pada situs http:atauatauwww.microsoft.comataueducationataulicenseataucampus.asp
Perhitungan biaya akan dihitung dengan jumlah full time equivalent (FTE). FTE dihitung berdasarkan jumlah staf dan pengajar yang dilaporkan pihak sekolah ke pemerintah. Berdasarkan informasi di situs tersebut, perhitungan FTE adalah sebagai berikut :
Dosen tetap + dosen tidak tetapatau3 + staf tetap + staf tidak tetapatau3 = total FTE
Misalkan untuk suatu universitas dengan 1000 staf tetap dan 300 staf tidak tetap, maka FTE total adalah sekitar 1100 (jumlah ini merupakan jumlah tipikal bagi universitas di kota besar Indonesia). Misalkan tiap point 1 FTE harus membayar sekitar Rp 100.000,- (ini perhitungan minimum). Maka biaya yang harus dikeluarkan institusi tersebut per tahun adalah 1100 x Rp 100.000 yaitu sekitar Rp 110.000.000,- untuk tahun pertama.
Tahun berikutnya akan dibebani biaya perpanjangan kontrak kembali. Lisensi tersebut akan meliputi program :
• Microsoft Office Standard & Professional Editions
• Microsoft Office Macintosh Edition
• Microsoft Windows Upgrades
• Microsoft BackOffice Server Client Access License (CAL)
• Microsoft FrontPage
• Microsoft Visual Studio? Professional Edition
• Microsoft Office Starts Here?atauStep by Step Interactive by Microsoft Press
Dari keterangan di atas jelas belum termasuk program-program seperti compiler, pengolah grafik yang juga dibutuhkan untuk suatu institusi pendidikan.
Tentu yang akan menjadi pertanyaan, apakah setiap institusi pendidikan di Indonesia mampu membayar beban ini ?, sebab ujung-ujungnya mahasiswalah yang menerima beban ini. Tentu harus dicarikan lagi jalan keluar pelengkap bagi institusi yang memiliki keterbatasan dana atau ingin secara bijaksana memanfaatkan dana dari mahasiswanya.
Memang kemudian pihak institut dapat menjual ulang ke mahasiswa atau staff dengan dikenakan biaya seharga $25 -$50 untuk mendapatkan perangkat lunak tersebut. Memang biaya ini lebih murah dibandingkan academic price, tetapi tetap tinggi untuk ukuran Indonesia.Bahkan dengan kata lain secara tidak langsung pihak universitas menjadi ujung tombak pemasaran vendor kepada para mahasiswa.
Pilihan alternatif
Solusi yang ada dan ditawarkan oleh para vendor saat ini akhirnya tetap akan mengakibatkan pengeluaran dana yang sangat besar. Walaupun telah menggunakan beragam lisensi yang mencoba meringankan biaya. Tetapi bila nilai tersebut kita kalikan dengan jumlah perusahaan menengah yang ada di Indonesia, maka jumlah tersebut akan menjadi cukup besar, dan menjadi beban ekonomi yang tidak bisa diabaikan lagi. Tentu akan timbul pertanyaan, apakah ada solusi lain untuk lepas dari kondisi ini ?. Jawabannya adalah ada, dan akan dipaparkan pada tulisan ini.
Beberapa kemungkinan solusi untuk menghindari masalah di tuduhan pembajakan adalah sebagai berikut :
• Pasrah dan terpaksa membeli perangkat lunak yang digunakan. Baik sistem operasi, maupun aplikasinya. Sudah barang tentu bagi institusi besar sebaiknya memanfaatkan segala bentuk lisensi yang meringankan biaya total. Tetapi melihat sebagian besar peringanan biaya ini hanya berlaku bagi perusahaan atau institusi yang menggunakan salinan lebih dari 5 komputer, tentu bagi perusahaan kecil tetap akan membayar dengan harga biasa. Dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, solusi ini akan menimbulkan beban ekonomi yang cukup besar. Bayangkan bagi suatu perusahaan atau lembaga pendidikan yang memiliki 100 unit komputer. Sudah barang tentu mau tidak mau terpaksa mengharap belas kasihan para vendor untuk meringankan biaya lisensi. Permasalahan perkiraan biaya dengan solusi ini telah dijabarkan di atas.
• Mengembangkan perangkat lunak yang digunakan, baik sistem operasi maupun aplikasinya. Solusi ini sangatlah ideal dan akan sangat baik sekali bila dapat dilaksanakan. Sudah barang tentu akan memakan waktu yang banyak serta Sumber Daya Manusia yang tidak main-main. Secara jujur dapat dikatakan SDM bidang Teknologi Informasi di Indonesia belumlah mampu melakukan hal ini secara luas. Hal ini tidak terlepas, dari kenyataan saat ini, sebagian besar dari kegiatan praktisi TI adalah pada penguasaan ketrampilan operasional dan implementasi dari sistem. Di tambah lagi dengan kenyataan bahwa akses ke informasi internal dari teknologi perangkat lunak yang digunakan sangatlah terbatas.
• Memanfaatkan aplikasi Open Source, dan turut mengembangkannya sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Program Open Source merupakan suatu program yang memiliki sistem lisensi yang berbeda dengan program komersial pada umumnya. Lisensi hukum yang digunakan pada program Open Source memungkinkan penggunaan, penyalinan, dan pendistribusian ulang secara bebas, tanpa dianggap melanggar hukum dan etika. Program Open Source relatif sudah dikembangkan cukup lama, dan telah dimanfaatkan sebagai tulang punggung utama dari sistem Internet. Beragam aplikasi Open Source saat ini tersedia secara bebas. Pemanfaatan Open Source secara luas di Indonesia akan menghindari dari pengeluaran biaya serta tuduhan pembajakan. Bahkan komunitas pengguna Open Source pun telah tumbuh luas di berbagai daerah di Indonesia dari Banda Aceh ( http:atauatauaceh.linux.or.id hingga Makassar http:atauatauupg.linux.or.id.
Dari ketiga kemungkinan tersebut, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, biaya dan SDM maka solusi dengan memanfaatkan aplikasi Open Source sangatlah menjanjikan untuk diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Sayang sekali hingga saat ini masih sedikit tanggapan dari pihak Pemerintah mengenai kemungkinan pemanfaatan Open Source sebagai solusi masalah HaKI.
Sebagai perkembangan dari pemanfaatan aplikasi open source, maka bila dana yang seharusnya digunakan untuk membeli perangkat lunak, dikumpulkan untuk mendanai programmer Indonesia untuk mengembangkan aplikasi Open Source tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar, daripada membeli aplikasi jadi dari luar negeri. Tentu saja ini membutuhkan visi masa depan, bukan sekedar visi jangka pendek.
Memang tidak harus suatu institut hanya memakai Open Source, ataupun hanya memakai vendor based aggrement. Prosentase kombinasi haruslah dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan jangka panjang dan ketersediaan dana.






























BAB V
KESIMPULAN

Tanggung jawab kita yang pertama sebagai pemakai program atau piranti lunak komputer ialah membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI untuk pemakaian anda sendiri. Jika membeli program atau piranti lunak komputer untuk keperluan usaha, setiap unit komputer yang ada di tempat usaha masing-masing harus memiliki sendiri seperangkat program atau piranti lunak komputer ASLI berikut buku pedoman penggunaannya. Jika hanya membeli satu program atau piranti lunak komputer ASLI untuk digunakan atau dimasukkan ke dalam lebih dari satu unit komputer atau meminjamkan, menyalin atau mengedarkan program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman penggunaannya dengan alasan apapun, tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang atau pemilik hak cipta atas program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman itu, maka anda telah melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum.
Pada waktu membeli programataupiranti lunak komputer, pastikanlah bahwa hanya membeli programataupiranti lunak komputer ASLI. Banyak produk bajakan yang dikemas sedemikian rupa sehingga nampak sama dengan produk yang asli, namun jauh berbeda dari segi mutunya.
Juga merupakan kewajiban kita untuk membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI. Jika membeli atau menggunakan program atau piranti lunak komputer PALSU atau hasil bajakannya, kita bukan saja melanggar hak penciptanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga merugikan industri komputer secara keseluruhan. Semua pencipta program atau piranti lunak komputer, baik yang kecil maupun yang besar, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan dan menciptakan program atau piranti lunak komputer untuk keperluan umum. Suatu bagian dari setiap dolar yang dikeluarkan untuk membeli program atau piranti lunak komputer ASLI disalurkan kembali untuk keperluan riset dan pengembangan demi peningkatan program atau piranti lunak komputer agar menjadi lebih canggih. Tetapi jika kita membeli program atau piranti lunak komputer PALSU atau hasil bajakan, semua uang kita langsung masuk kantong pembajak program atau piranti lunak komputer tersebut sedangkan pihak penciptanya tidak mendapat apapun.
Kehilangan pendapatan seperti itu jelas sangat merugikan, karena:
• mengurangi jumlah uang untuk riset dan pengembangan program atau piranti lunak komputer.
• mengurangi penyediaan produk penunjang teknis lokal.
• mengurangi kemampuan penyaluran program atau piranti lunak komputer yang sudah ditingkatkan mutunya, dan
• merugikan perekonomian setempat karena berkurangnya hasil penjualan penyalur resmi, dan dengan demikian mengurangi penghasilan dan kesempatan kerja.

SEWA-MENYEWA DAN UPAH

I. PENDAHUKUAN
Sewa menyewa tidak asing lagi bagi kita karena sudah biasa di dalam masyarakat, dan bahkan menjadi kebutuhan yang sulit terhindarkan seperti sewa-menyewa rumah kos antara pemilik kos dengan mahasiswa, bayangkan jika sewa menyewa tidak ada maka seorang mahasiswa harus membeli rumah untuk tempat tinggalnya agar lebih dekat dengan kampus dan tentu saja biaya membeli rumah akan mahalal, dengan adanya sewa menyewa orang yang menyewa dapat memenfaatkan barang tanpa harus mengeluarkan biaya yang sangat besar, maksudnya dengan menggunakan uang yang cukup kecil untuk membeli manfaat dari barang tersebut tanpa memiliki barang tersebut sepenuhnya karena tanpa mengurangi atau menghabiskan benda yang disewa, secara garis besar sewa menyewa adalah orang yang menyewa memiliki hak untuk menggunakan atau memenfaatkan barang yang disewa dengan memberikan imbalan atau upah karena memanfaatkan barang tersebut dan dalam jangka waktu yang disepakati barang tersebut akan kembali kepada pemiliknya.

II. POKOK PEMBAHASAN
a. Pengertian Sewa-menyewa
b. Rukun Akad Sewa
c. Syarat sahnya sewa Menyewa
d. Syarat barang yang disewakan
e. Pembagian dan hukum ijjaroh
f. Berakhirnya ijarah
g. Hikmah disyariatkan sewa menyewa

III. PEMBAHASAN

a. Pengertian Sewa-menyewa
Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan AL-Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti ‘iwadhu pengganti, oleh karena itu tsawab “pahala” disebut juga ajru “upah” . Menurut pengertian hukum islam sewa menyewa itu diartikan sebagai “suatu jenis akad untuk mengembil manfaat dengan jalan penggantian” (sayid sabiq, 13, 1988: 15)
Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewa-menyewa itu adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkatan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaatnya dari benda yang disewakan tersebuta, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya seperti pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja.
Pihak pemilik yang menyewakan manfaat disebut mu’ajir. Adapun pihak yang menyewa disebut musta’jir. Dan sesuatu yang diambil manfaatnya disebut ma’jur. Sedangkan jasa yang diberikan imbalan atau manfaat disebut ajirroh atau ujirroh “upah”.
Sewa menyewa sabagaimana perjanjian lainnya adalah merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum yaitu pada saat sewa menyewa berlangsung dan apabila akad sudah berlangsung maka pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang kepada pihak penyewa, dan dengan diserahkannya manfaat barang maka pihak penyewa berkewajiban pula untuk menyerahkan uang sewanya.
Adapun dasar hukum sewa menyewa ini dapat dilihat dalam ketentuan hukum pada surat al-baqarah ayat 233: ” Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Sedangkan landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim dari ibnu abbas bahwa nabi muhammad bersabda: “ berbekamlah kamu kemudian berikanlah oleh mu upah kepada tukang-tukang itu ”.


b. Rukun Akad Sewa
Rukun akad sewa dianggap sah setelah ijab qabul dilakukan dengan lafadz sewa atau lafadz lain yang menunjukan makna sama . Kedua pihak yang melakukan akad disayatratkan memiliki kemampuan yaitu berakal dan dapat membedakan baik dan buruk. Jika salah satu pihak adalah orang gila atau ank kecil akadnya dianggap tidak sah. Para penganut mahdzab syafi’i dan hambali menambahkan syarat lain yaitu baligh. Jadi menurut mereka akad anak kcil meski sudah tamyiz dinyatakan tidak sah jika belum baligh.

c. Syarat sahnya sewa Menyewa
Untuk sahnya sewa menyewa, pertama sekali harus dilihat terlebih dahulu orang yang melakukan perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu apakah kedua belah pihak telah memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian pada umumnya . Unsur yang terpenting untuk diperhatikan yaitu kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum yaitu punya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Untuk sahnya akad harus dipenuhi syarat-syarat seperti dibawah ini:
1. Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa menyewa, maksudnya kalau didalam perjanjian sewa menyewa terdapat unsur pemaksaan maka sewa menyewa itu tidak sah. Ketentuan ini sesuai dengan bunyi an-Nissa’ ayat 29:
                    •    

Artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.


2. Harus jelas dan terang mengenai objek yang diberjanjikan harus jelas dan terang mengenai objek sewa menyewa yaitu barang yang dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa dan besarnya uang sewa yang diperjanjikan.
3. Objek sewa menyewa dapat digunakan sesuai peruntukannya. Maksudnya kegunaan barang yang disewakan itu harus jelas, dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan peruntukannya (kegunaan) barang tersebut, andainya barang itu tidak dapat digunakan sebagai mana diperjanjikan maka perjanjian sewa menyewa itu dapat dibatalkan.
4. Objek sewa menyewa dapat diserahkan: maksudnya barang yang diperjanjikan dalam sewa menyewa harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan, dan oleh karena itu kendaraan yang akan ada (baru rencana untuk dibeli) dan kendaraan yang rusak tidak dapat dijadikan sebagai objek sewa menyewa, saebab barang yang demikian tidak dapat mendatangkan kegunaan bagi pihak penyewa.
5. kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang dibolehkan dalam agama: perjanjian sewa menyewa barang yang kemanfaatannya tidak dibolehkan oleh ketentuan hukum agama adalah tidak sah dan wajib untuk ditinggalkan.

d. Syarat barang yang disewakan:
Diantara syarat barang sewa adalah dapat dipegang atau dikuasai hal ini didasarkan pada hadist rasulullah yang melarang menjual barang yang tidak dapat dipegang atau dikuasai, sebagaimana dalam jual beli .
Di antara cara untuk mengetahui barang adalah dengan penjelasan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
a. Penjelasan manfaat, penjelasan dilakukan agar benda yang disewakan benar-benar jelas. Tidak sah mengetakan “saya sewakan salah satu dari rumah ini”.
b. Penjelasan waktu, jumhur ulama tidak memberikan batasan maksiamal atau minimal. Jadi, dibolehkan selamanya dengan syarat asalnya masish tetap adanya sebab tidak ada dalil yang memebatasinya. Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan menetapkan awal waktu akad, sedangkan ulama syafi’iyah mensyaratkan sebab jika tidak dibasi hal ini dapat menyebabkan ketidak tahuan waktu yang wajib dipenuhi.
c. Sewa bulanan, menurut ulama syafi’iyah, seseorang tidak boleh menyatakan “saya menyewa rumah ini setiap bulan Rp. 50.000,00” sebab pernyataan seperti ini membutuhkan akad baru setiap kali membayar. Akad yang betul adalah dengan menyatakan ”Saya sewa selama sebulan”. Sedangkan menurut jumhur ulama akad tersebut dianggap sah pada bulan pertama, sedangkan pada bulan sisanya bergantung pada pemakaiannya. Selain itu yang paling penting adalah adanya keridhaan dan kesesuaian dengan uang sewa.
d. Penjelasan jenis pekerjaan, penjelasan ini sangat penting dan diperlukan ketika menyewa orang untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan atau pertentangan.
e. Penjelasan waktu kerja, mengenai penjelasan ini sangat bergantung pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.
Syarat ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat-syarat upah:
1. berupa harta tetap yang dapat diketahui.
2. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijjaroh, seperti upah menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut.

e. Pembagian dan hukum ijaroh
Ijaroh terbagi dua yaitu ijaroh terhadap benda atau sewa menyewa, dan ijjaroh atas pekerjaan atau upah mengupah .
1. Hukum sewa menyewa
Dibolehkan ijjaroh atas barang mubah, seperti rumah, kamar, kos-kosan dll, tetapi dilarang ijjaroh terhadap benda-benda yang diharamkan.
a. Ketetapan hukum akad dalam ijjaroh menurut ulama hanafiah keterangan akad ijjaroh adalah kemanfaatan yang sifatnya mubah. Menurut malikiyah hukum ijjaroh sesuai dengan keberadaan manfaat. Ulama hanabillah dan syafi’iah berpendapat bahwa hukum ijjaroh tetap pada keadaannya dan hukum tersebut menjadi masa sewa seperti benda yang tampak.
Perbedaan pendapat diatas berlanjut pada hal-hal berikut:
1. Keberadaan upah dan hubungannya dengan akad
Menurut ulama syafi’iah dan hanabillah keberadaan upah tergantung pada adanya akad.
Menurut ulama hanafiah dsan malikiyah upah memiliki berdasarkan akad itu sendiri, tetapi diberikan sedikit demi sedikit tergantung pada kebutuhan akid.
2. Barang sewaan atau pekerjaan diberikan setelah akad.
Menurut ulama hanafiah dan malikiyah, ma’fud allaihi (barang sewaan) harus diberikan setelah akad.
3. Ijaroh berkaitan dengan masa yang akan datang.
Ijaroh untuk waktu yang akan datang dibolehkan menurut ulama hanafiyah,hanabilah, dan malikiyah, sedangkan syafi’iyah melarangnya selagi tidak bersambung dengan waktu akad.
2. Hukum upah mengupah
Upah mengupah atau ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa biasanya berlaku dalam beberapa hal seperti menjahit pakaian, membangun rumah dll. Ijaroh ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Ijarah khusus
Yaitu ijjarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.



b. Ijarah musytarik
Yaitu ijjarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melakukan kerja sama. Hukumnya diperbolehkan kerja sama dengan orang lain.

3. Hak menerima upah
Upah berhak diterima setelah memenuhi syarat-syatat sebagai berikut : Pertama, pekerjaan telah selesai. Dalam riwayat Ibnu Majjah Rosulullah bersabda: “Berikan upak kepada pekerja sebelum keringatnya mengering”. Kedua, mendapat manfaat jika ijarah dalam bentuk barang apabila ada kerusakan pada barang sebelum dimanfaatkan dan masih belum ada selang waktu, akad sewa tersebut batal. Ketiga, ada kemungkinan untuk mendapatkan manfaat. Jika jasa sewa berlaku, ada kemungkinan untuk mendapatkan manfaat pada masa itu sekalupun tidak terpenuhi secara keseluruhan. Keempat, mempercepat pembayaran sewa atau konpensasi. Atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak sesuai dalam hal penangguhan pembayaran.

f. Berakhirnya ijarah
Adapun sesuatu yang menyebabkan berakhirnya ijarah (sewa menyewa) adalah sebagai berikut:
1. Menurut ulama Hanafiyah, ijarah habis dengan meninggalnya salah satu pelaku akad, baik yang menyewa atau yang menyewakan barang, sedangkam ahli waris tidak memiliki hak untuk meneruskannya. Adapun menurut jumhur ulama ijarah tersebut tidak balal dan dapat diwariskan kepada ahli waris.
2. Pembatalan akad.
3. Terjadinya kerusakan pada barang yang disewa. Akan tetapi, menurut ulama lainnya kerusakan pada barang sewaan tidak menyebabkan habisnya ijarah, tetapi harus diganti selagi masih dapat diganti.
4. Habis waktu yang telah disepakati dalam ijarah.
g. Hikmah disyariatkan sewa menyewa
Syariat mengesahkan praktek sewa menyewa karena kehidupan sosial memang membutuhkannya. Masyarakat membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, hewan utuk membantu pertanian dan lain sebagainya, yang pasti dengan adanya sewa menyewa membantu manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

IV. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa akad sewa menyewa memiliki syarat dan rukun, diantaranya adalah ada orang yang menyewakan, orang yang menyewa dan ada barang atau jasa yang disewakan, dalam itu semua diperlukan penjelasan-penjelasan baik mengenai barang dan jangka waktu yang disepakati oleh penyewa dan yang menyewakan kapan waktu berakirnya sewa-menyewa, karena sewa menyewa hanya menggunakan fungsi atau manfaat dari barang yang disewakan tanpa memiliki barang tersebut, jadi barang tetap milik orang yang menyewakann tetapi manfaatnya digunakan oleh orang yang menyewa dengan memberikan imbalan berupa upah dengan ketentuan waktu dan besarnya biaya sewa tergantung kesepakatan orang yang menyewakan dan orang yang menyewa barang maupun jasa.
Barang yang disewakan harus jelas, jika berupa barang harus jelas, ada manfaatnya dan dapat diserahkan kepada oarang yang menyewa. Jika berupa jasa juga harus jelas jenis pekerjaannya, jangka waktunya dan besaran biaya sewanya agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari.
Mengenai hikmah disyariatkannya sewa menyewa adalah membantu manusia untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar, sewa mwnyema juga memiliki fungsi saling melengkapi antara orang yang menyewa dengan orang yang menyewakan barang, orang yang menyewakan mendapatkan upah dan orang yang menyewa mendapatkan manfaat untuk memenuhi kebutuhannya.


V. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah ini. Oleh karena itu kritik yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfa’at bagi kita semua. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

-Sabiq, Sayid. 2006. Fiqih Sunnah. Jakarta-pusat: Pena Pundi Aksara.
-Syafi’i, Rachmad. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
-Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis. 1996. Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
-Imam Ghozali Said, Achmad Zainudin. 2007. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid. Jakarta: PUSTAKA AMANI.
-Ahmad, Idris. 1969. Fiqih Menurut Madzhab Syafi’i. Jakarta: WIDJAYA DJAKARTA.