A.PENDAHULUAN
Sesungguhnya Allah mewajibkan warisan pada harta ,yang ditinggalkan manusia setelah dia meninggal dunia. Adapun pengertiann harta itu mencakub bermacam-macam misalnya hak pakai,hak penghormatna,hak tinggal, dan lain-lain.
B.PEMBAHASAN
1.Pusaka Ahli Waris
a.Pengertian Tirkah ( harta peninggalan )
Tirkah adalah apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meniggal dunia yang dibenarkan oleh syariat untuk dipusakai oleh ahli waris.Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan sedemikian luas.
Ulama-ulama Malikiyah, Syafiiyah, Malikiyah, dan Hanabilah memutlakkan tirkah kepada segala yang ditinggalkan si mayit baik berupa harta maupun hak-hak.Baik hak-hak tersebut hak kebendaan mauaun bukan kebendaan.Dalam hal ini hanya imam Maliki saja yang memasukkan hak-hak yang tidak dapat dibagi, seprti hak menjadi wali nikah, kedalam keumumman arti hak-hak.
b.Harta gawan dan gonogini
Sebelum harta dibagi-bagi kepada para ahli waris, hukum adat meneliti lebih dahulu macam dan asal harta peninggalan itu apakah merupakan harta masing-masing pihak yang terpisah satu sama lain atau merupakan harta campuran dari suami dan istri.
Jika harta kekayaan masing-masing yang diperoleh secara warisan itu hanya dapat diwarisi oleh anak-anak si mati itu sendiri dan kalau tidak mempunyai anak diwarisi oleh keluarga yang meninggal,selanjutnya harta yang diperoleh secara hibah atau dengan hasil usaha sendiri,dapat diwarisi oleh anak istri atau suami yang masih hidup.
c.Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan
1.Tajhiz
Tajhiz ialah segala yang diperlukan seseorang yang meninggal dunia ,sejak dari wafatnya sampai pada penguburannya., seperti: belanja keperluan mayyit, memandikan, mengkafani,sampai pada mengubur .
2.Melunasi hutang-hutang
Menurut ibnu Hazm dan Asyafii, baik mendahulukan hutang pada allah seperti zakat dan kifarat,atas hutang kepada manusia.
3.Pelaksanaan wasiat
Hak ketiga yaitu pelaksanaan wasiat,dalam batas-batas yang dibenarkan syara’tanpa perlu persetujuan para waris yaitu,tidak lebih dari seper tiga harta peninggalan,sesudah diambil untuk keperluan tajhiz dan keperluan membayar hutang ,baik wasiat itu untuk waris ataupun untukorang lain
Jika pengambilan harta untuk pelaksnaan wasiat lebih dari seper tiga,maka diperlukan persetujuan dari pihak para waris.
4.Pembagian sisa harta kepada ahli waris
Pusaka yang dimiliki oleh para ahli waris apabila masih sisa harta,sesudah diambil keperluan tajhiz keperluan membayar hutang dan wasiat.Maka sisa itu menjadi harta waris dan dibagi menurut ketentuan syara’.
2.Ashobah
a. Pengertian ashobah
Lafadz ashobah menurut bahasa berarti kerabat seseoarang dari ayah.
Dalam ilmu hukum waris islam ashobah adalah ahli waris yang tidak memperoleh bagian-bagian tertentu dalam suatu pembagian harta peninggalan.Akan tetapi ahli waris ashobah mewarisi harta peniggalan setelah harta peninggalan itu terlebih dahulu diambil oleh ahli waris -ahli waris ashobbul furudh menurut bagianya.
b.Jenis-jenis ashobah nasabiyah
1.Ashobah binnafsi
Ashobah binnafsi adalah tiap-tiap kerabat lelaki yang hubungannya langsung dengan yang meninggal tidak diselingi oleh seseorang wanita,tetapi oleh seorang lelaki.Seperti saudara lelaki sebapak dan anaknya.
Garis keturunsn ashobah binnafsi
1.Bunuwwah,yaitu garis katurunan langsung dari yang meninggal,seperti anak laki-laki,dan cucu lelaki.
2.Ubuwah,yaitu asal orang tua dari yang meninggal,ayah dan nenek sejati.
3.Ukhuwah,yaitu persaudaraan dengan yang meninggal dunia termasuk saudara-saudara lelaki se ibu sebapa atau sebapa dan anak-anak lelaki dari mereka.
4.Ummah,bersepupu ( misan ) dari yang meninggal,seperti paman.mawaris
2.Ashobah bil ghair
Ialah setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadikannya ashobah dan untuk bersama-sama menerima ushubah. Ashobah bil ghair itu ada empat orang wanita yang fardh mereka ½ bila tunggal,dan 2/3 bila lebih dari seorang.
1. .Anak perempuan kandung
2. .Cucu perempuan pancar laki-laki
3. Saudari kandung kandung
4. .Saudari tunggal ayah
Orang laki-laki yang diperlukan untuk menjadikan ashobah yaitu :
• Anak laki-laki kandung ,
• Cucu laki-laki pancar laki-laki atau anak laki-laki pamanya.
• Saudara kandung
• Saudara seayah
• Kakek
c.Ashobah ma’al ghair
Yaitu setiap ahli waris perempuan yang mempunyai bagian tertentu yang membutuhkan ahli waris lain untuk menjadi ashobah,tetapi ahli waris yang dibutuhkan itu tidak bersama-sama denganya menjadi ashobah.dan mu’assyib tersebut tetap mendapat bagian menurut fardh nya sendiri.ashobah ma’al ghair itu hanya berjumlah 2 orang perempuan.Mereka itu adalah :
1.Saudari kandung
2.Saudari tunggal
Kedua orang tersebut dapat menjadi ashobah ma’al ghair dengan syarat –syarat:
a.Berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki.
b.Tidak berdampingan dengan saudaranya yang menjadi mu’asyibnya
contoh :
1.Ashobah binnafsi
Ahli waris terdiri dari :
• Seorang anak perempuan
• Seorang anak laki-laki
• Seorang saudara perempuan
Bagian masing-masing
• Seorang anak perempuan 1/2
• Seorang anak laki-laki 1/4
• Seorang saudara perempuan Ashobah
2.Ashobah bil ghair
Ahli waris terdiri dari :
• Suami
• Seorang anak laki-laki
• 2 anak perempuan
• Ibu
• Bapak
Bagian masing-masing
• Suami 1/4
• Seorang anak laki-laki ashobah
• 2 anak permpuan ashobah
• Ibu 1/6
• Bapak 1/6
3.Ashobah ma’al ghair
Ahli waris terdiri dari
• Isteri
• Anak perempuan
• Cucu perempuan garis laki-laki
• Saudara perempuan seayah
• Ibu
Bagian masing-masing
• Isteri 1/8
• Anak perempuan 1/2
• Cucu perempuan garis laki-laki 1/6
• Saudara perempuan seayah ashobah ma’al ghair
• Ibu 1/6
C.KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa :
-harta peninggalan itu adalah apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia untuk para ahli warisnya.
-Sebelum dibagikan kepada ahli waris haruslah terlebih dahulu diketahui macam-macam dan asal-usul harta tersebut dan dikethui hak-hak yang harus dipenuhi sebelum pembagian warisan.
-macam-macam ashobah yaitu:
1Ashobah binnafsi
2.ashobah bil ghair
3.Ashobah ma’al ghair
D.PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat dan saya sampaikan semoga memberikan ilmu yang bermanfa’at bagi kita semua .Namun sebagai manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Kami sadar masih banyak kesalahn dalam penyusunan makalah ini.untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
E.ISU-ISU FIQIH KONTEMPORER
Bagaimanakah harta warisan anak zina ?
Anak zina tidak saling mewarisi antara dia dengan bapak zinanya, karena tiak ada hubungan nasab antara keduanya sama sekali, juga tidak saling mewarisi antara dia dengan keluarga bapak zinanya. Berdasarkan hadits riwayar Amr bin Syu’aib dar bapak dari kakeknya bahwasannya Rosululloh bersabda :
أيما رجل عاهر بحرة أو أمة فالولد ولد الزنا لا يرث و لا يورث
Siapa saja lelaki yang berzina baik dengan wanita merdeka ataupun budak, maka anaknya anak zina tidak mewrisi dan tidak diwarisi.” (Shohih, lihat Shohih Turmudli 2113dan Tahqiq Misykah 3054)
Adapun antara dia dengan ibunya, maka keduanya saling mewarisi dengan kesepakatan para ulama’ (Lihat Al Mughni 9/114, Al Muhalla 9/302, Al-Majmu’17/245)
Tentang cara mewarisi antara keduanya, untuk warisan anak dari ibunya maka sebagaimana hukum anak lainnya. Namun untuk warisan ibu dari anak zinanya, ada perbedaan pendapat yang cukup tajam diantara para ulama’.
I. Imam Syafi’I, Malik, Abu Hanifah, Said bin Musayyib, Umar bin Abdul Aziz dan lainnya mengatakan bahwa anak zina apabila meninggal dunia , maka hartanya diwarisi oleh ibunya dan saudara-saudaranya seibu sebagaimana yang disebutkan oleh Alloh dalam Al Qur’an lalu sisanya diberikan pada baitul mal ummat islam.
Dalil mereka adalah : Bahwasannya hak mewarisi itu telah ditetapkan dengan nash, sedang tidak ditemukan nash yang memberikan bagian ibu diatas seprtiga, juga saudara seibu tidak lebih dari seperenam. Adapun bapaknya ibu serta kerabat ibu lainnya tidak ada bagian warisnya
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat jendral kelembgaan agama islam, Ilmu Fikih, IAIN Jakarta
http://www.mail-archive.com/faraid@yahoogroups.com/msg00034.html
Mudzakir ,fikih sunnah14, Bandung :al-ma’arif ,1999.
________, Fiqih sunnah , Bandung :Alma’arif ,1997.
Teuku M.Hasby Asydieqy, fikih mawaris, Semarang :Pustaka Rizki Putra 1999.
No comments:
Post a Comment