I. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi masa kini, umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan apa yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme agama konflik intern atau antar agamaMasa kini tidak sedikit pertanyaan kritis yang harus ditanggapi oleh umat beragama yang dapat diklasifikasikan rancau dan merisaukan. Sebagai konsekuensi tampilnya sekian banyak agama, disini akan dibahas tentang perbandingan dalam studi Islam.
I. RUMUSAN MASALAH
A. Arti Perbadingan Agama
B. Islam dan Perbandingan Agama
C. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan Agama
D. Problem dan Prospek Perbandingan Studi Islam
II. PEMBAHASAN
A. Arti Perbadingan Agama
Kata “Perbandingan” mengandung unsur kepekaan tinggi, yanag tidak jarang mengundang kecurigaan, bahkan permusuhan. Membandingkan suatu dengan sepadannya dapat diartikan menempatkan satu pihak lebih unggul dari pihak lain. Karena itu perbandingan atau komparasi sering berujung dengan kompetisi. Hal ini mengakibatkan kebanyakan orang enggan untuk membandingkan hal-hal yang sangat berharga baginya dengan hal lain. Mereka khawatir kalau-kalau yang dimilikinya kalau-kalau yang dimilikinya akan dinilai lebih buruk dari milik orang lain. Tidak seorang pun senang jika keluarganya, bangsanya, dan terlebih negaranya dinilai lebih rendah dari yang lain akibat suatu perbandingan.
Lalu, bagaimana dengan perbandingan agama? Jika perbandingan yang dimaksud untuk menempatkan suatu agama lebih superior dari yang lain, maka pasti hal ini akan membawa kerah cauan, bahkan permusuhan. Setiap pemeluk agama akan menilai agamanya yang terbaik dan yang tersempurna jika dibandingkan dengan agama yang lain. Melihat kenyataan ini, Arnold Toynbee (1889-1975), sejarawan Inggris, secara gamblang berkata bahwa “Tidak seorangpun dapat menyatakan dengan pasti bahwa sebuah agama lebih benar dari agama lain”.
Pada sisi lain, suatu agama atau kepercayaan adalah suatu sistem tertentu, atau seperangkat sistem dimana ajaran-ajaran, my the, ritus, perasaan, penghayatan, pengamalan, lembaga dan beberapa elemen lainnya merupakan hal yang saling berkaitan dan bertautan, karena itu dalam memahami agama dan kepercayaan yang ada dalam suatu sistem dirasa sangat penting untuk mengetahui konteksnya yang khas. Misalnya saja kepercayaan terhadap suatu dewa dalam salah satu agama harus dilihat pada konteks suatu kepercayaan terhadap sang pencipta dan kehidupan yang transcendent dalam masyarakat. Lepas dari setuju atau tidak, kita kenal bahwa pada sekitar abad 20-an, salah seorang ahli ilmu perbandingan agama mengemukakan bahwa karakter suatu agama, dipandangnya sebagai suatu hal yang bersifat “totalitarian” atau yang lebih baik lagi bersifat “organik”. Ini berarti lalu menimbulkan suatu masalah apakah kepercayaan atau praktik agama dalam suatu sistem organik dapat diperbandingkan dalam suatu sistem yang sama dalam suatu sistem organik yang lain, atau tidak? Untuk ini, harus diakui bahwa setiap agama memiliki keunikan yang membedakan. Orang dapat mengetahui sangat uniknya suatu agama melalui suatu perbandingan, dan dalam memperbandingkan ini dapat dengan mencari perbedaan-perbedaannya. Dan inilah sebabnya mengapa studi agama dan kepercayaan seringkali dimaksudkan sebagai studi perbandingan agama.
Sisi terpenting, seperti yang dikemukakan oleh S.G.F. Brandon, memang disadari bahwa untuk memahami humanitas yang umum dan juga permasalahannya secara baik dan tepat, kita perlu mengetahui tentang agama yang dianutnya, politiknya, peraturan ekonominya, dan prestasi ilmiyah serta budayanya karena selain penilaian aspek-aspek agama yang metafisis, ternyata agama juga merupakan fenomena sosial yang sangat mendasar.
Karena studi ilmu perbandingan agama dapat ditekankan sebagai studi yang berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungannya dengan transcedent, dengan Tuhan, atau dengan apapun saja yang dianggap sakral, kudus, suci, maka dalam perkembangannya yang nampak bersifat deskriptif, lalu menganut bermacam-macam disiplin seperti sejarah, sosiologi, antrhopologi, psikologi, dan archeology. Dan karena studi ilmu perbandingan agama juga ditekankan pada studi yang juga di orientasikan pada pengakuan kebenaran keyakinan agama, maka ini lebih ditekankan pada theology dan filsafat agama.
Adalah tugas mulia umat beragama secara bersama-sama untuk menginterpretasikan ulang ajaran-ajaran agamanya untuk dikomunikasikan pada wilayah agama lain. Sehingga mengurangi tensi atau ketegangan antar umat beragama. Para teolog masing-masing agama dan para juru dakwah serta misionaris aturannya memang “belajar” memahami relung-relung keberagaman orang lain, hukan untuk tujuan pindah agama. Tetapi membuka kesempatan untuk lebih bersifal saling memahami dan toleran.
B. Islam dan Perbandingan Agama Lain
Perkembangan pendidikan dan kemajuan ulmu pengetahuan, kesemuanya itu merubah pandangan dan pikiran orang Islam diseluruh dunia dan sekaligus merupakan rennaisance orang Islam dalam lapangan ilmu pengetahuan, penertiban, kehidupan agama dan sebagainya. Dengan perkembangan tersebut para sarjana Islam memperbaharui polemik mereka terutama terhadap aktivitas missi Kristen. Pada umumnya polemik-polemik yang diadakan oleh kaum Muslim merupakan reaksi terhadap literatur-literatur yang diterbitkan oleh orang-orang Kristen.
Sejarah hubungan antara Islam dan kristen telah melalui masa yang panjang dan diliputi oleh suasana setempat.
Isi polemik antara Islam dan kristen pada umumnya meliputi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Kristologi (Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai kristus)
2. Kenabian Muhammad SAW terutama mu’jizatnya
3. Kedudukan Bybel sebagai wahyu
4. Ajaran Paulus yang dogmatis
5. Masalah Moral
Dalam kenyataannya materi politik antara abad pertengahan dan abad dua puluh meliputi hal yang sama, namun sudah tentu terdapat pemikiran baru yang terdapat dalam penerbitan mutakhir. Karena adanya pemikiran baru, maka sekalipun pokok pembicaraan sama. Namun ada perobahan dalam interpretasi. Dalam beberapa hal terdapat perhatian umat Islam terhadap penemuan baru. Adanya penemuan baru tersebut dipergunakan oleh umat Islam untuk membahas kitab suci Kristen.
Dalam hal toleransi, Nabi Muhammad pernah memberi suri tauladan yang sangat inspiring dihadapan para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa nabi pernah dikucilkan dan bahkan diusir dari tanah Makkah. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk beberapa lama dan kemudian kembali ke Makkah. Peristiwa ini disebut dengan fatkhul Makkah. Dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak mengambil langkah balas dendam kepada orang-orang yang telah mengusirnya.
Dengan titik tolak pandangan tersebut umat Islam pada tempatnya bersikap menghargai agama orang lain. Menghargai agama orang lain tidak identik dengan pengakuan akan pengakuan kebaikan dan kebenaran agama tersebut.
C. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan
Manusia mempunyai naluri sebagai hewan yang beraqidah, atau secara naluriah, manusia adalah hewan yang beragama. Aqidah agama ini merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan sejak awal pembentukan psichis dan mental manusia. Aqidah ini tidak biasa berdiri sendiri dan terlepas dari proses pembentukan.
Karena tantangan Islam pada periode klasik kedua (± abad ke-8 sampai dengan abad ke-12) bercorak intelektual spekulatif heelenisme dan gnotisisme Persi. Maka telogi yang berkembang dalam wacana pemikiran Islam juga dipengaruhi oleh sifat tantangan itu. Karena sifat yang demikianitu, orang akan sia-sia menemukan formulasi teuhid sosial yang komprehensif dan utuh. Bahkan pada masa modern, corak intelektual dari kajian tentang tauhid masih terus berlangsung.
Berbagai macam hasil studi telah sama-sama menguatkan bahwa adanya aqidah (keyakinan agama) ini berdiri dibelakang kemajuan kemajuan yag muncul, dan juga berdiri di belakang penemuan-penemuan materiil yang dicapai oleh manusia. Entah itu dalam lapangan ilmu pengetahuan, hasil-hasil prcobaan, methode-methode struktur social, politik dan ekonomi. Maka tak heran bila aqidah agama ini saling berbeda.
Faktor-faktor kehidupan yang ada hubungannya dengan cara memahami alam dan kehidupan. Sehingga ilmu pengetahuan yang dicapai oleh setiap kemajuan corak lama ini merupakan bagian dari aqidah agama yang sangat diyakini oleh anggota-anggota masyarakat. Maka dari itu ilmu pengetahuan campur aduk jadi satu dengan aqidah agama. Sehingga agama dilunturi dengan kesamaran-kesamaran mistikd an tasawuf. Sebagaimana filsafat pada dasarnya adalah kerja otak saja. Tapi karena filsafat ini berbaur dari satu masyarakat ke lain masyarakat. Akhirnya timbul bermacam-macam filsafat yang juga ikut melunturi agama. Tidak ada filsafat yang benar-benar murni dan mndetail/melulu sebagai filsafat. Tergantung dari jauh dan dekatnya dengan agama atau aqidah.
Cina pada zaman dahulu karena letak geografisnya berada di daerah tepian iklim panas dan dingin, Cina termasuk daerah yang ramai. Solidaritas dan kerja sama keluarga merupakan faktor umum yang menumbuhkan aqidah agama di sana. Sedang loyalitas keluarga dianggap sebab yang paling nyata yang membentuk politik China.
Tiga agama yang ada disana yaitu Kong Hu Chu, Tao dan Budha berkisat tentang mencari hakekat hidup bahagia diats dunia dengan cara yang simpel tanpa macam-macam keyakinan.
Dalam masalah loyalitas keluarga melingkupi keluarga dalam pengertian yang kecil dan keluarga yang besar yaitu negara.
Kong Hu Chu memusatkan perhatian pada moral dan loyalitas keluarga sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan diatas bumi ini. Taoisme mementingkan keseimbangan jiwa dan raga antara manusia dan naluri. Sedang Budha mementingkan pada pembebasan jiwa.
D. Problem dan Prospek Perbandingan Studi Islam
Pada dataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbeban oleh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
Kendala lain menyangkut perbandingan agama adalah tingkat objektivitas peneliti yang melakukan perbandingan. Kata Hierke Gaard (1813-1855), filosof agamawan asal Denmark, yang setujui banyak orang, “Berlaku netral terhadap studi agama-agama hampir tidak mungkin. “salah satu sebabnya, seseorang peneliti tidak akan dapat memahami, apalagi mendalami agama tanpa yang bersangkutan terlibat secara emosional dan spiritual dengan agama tersebut. Disamping itu seorang peneliti tidak akan mungkin dapat menghayati dan memahami secara mendalam lebih dari sat agama.
Menurut Bambang Sugiharto, tantangan yang dihadapi setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya ada tiga. Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dis orientasi nilai dan degradasi miralitas agama ditantang dengan tampil sebagai suara moral yang otentik. Kedua, agama harus menghadapi kecenderungan pluralisme, mengolahnya dalam kerangka “theologi” baru dan mewujudkannya dalam aksi-aksi kerjasama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan ketidak adilan (Bambang Sugiharto dan Andito (ed) 1998: 29-30).
Untuk mengatasi kerancauan diatas, pakar-pakar studi agama lalu membagi pendekatan studi agama (yang juga mencakup studi perbandingan agama) ke dalam dua kategori:
1. Pendekatan Deskriptif
Pendekatan ini menguraikan secara komprehensif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin, dan lain-lain elemen tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (Value judgment).
Cara ini kemudian dikembangkan oleh pakar-pakar dialog antar agama dengan menggunakan istilah intelektual conversion (beralih) agama pada tingkat pemikiran, bukan pada tingkat imani yang hakiki.
2. Pendekatan Normatif
Pendekatan ini menjelaskan sebuah agama dengan menitik beratkan kebenaran doktrinal, keunggulan sistem nilai, ontetisitas teks, serta fleksibelitas ajaranya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif Apologetik dalam mempertahankan keunggulannya. Dalam membandimgkan suatu agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur “kelemahan dan kekurangan” pihak lain selalu ditonjolkan.
Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memeperkukuh iman, pendekatan deskriptif pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik agama. Perlu digarisbawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.
Dalam konteks negara kita, umat Islam Indonesia yang jumlahnya terbesar dibanding yang ada di negara-negara lain harus mampu memberi contoh dalam membina kerukunan antar umat beragama dan sekaligus memelopori pendekatan antar sekte Islam demi tercapainya suatu ummah seperti yang digambarkan oleh Al-Qur’an.
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas pemakalah menyimpulkan bahwa perbandingan dalam studi Islam adalah suatu cara untuk mengembangkan dan memeperluas cakrawala pemahaman terhadap agama. Kemudian berusaha untuk memahami kehidupan batin orang maupun masyarakat, yang berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungan dengan Tuhan, atau dengan apapun yang dianggap sakral.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya susun, pemakalah menyadari tentunya makalah ini masih banyak keasalahan dan kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Selanjutnya diharapkan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Lina riqotul wafiyah
083111079
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Abud, Abdu Al-Ghny, Aqidah Islam –Vs – ideologi modern, Ponorogo: Tri Murti Press, 1992.
Daradjat, Zakiah, Perbandingan Agama Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan IAIN, 1984.
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubaroh, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Maarif, A. Syafi’i, Islam dan Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat, Yogyakarta: Pustaka Peljar, 1997.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1997.