I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada adalah Allah SWT, manusia dalam hal ini hanya penerima titipan untuk sementara saja. Sehingga sewaktu-waktu dapat di ambil kembali oleh Allah SWT. Oleh sebab itu kepemilikan mutlak atas harta tidak di akui dalam islam. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah ayat 284:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hati mu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmun itu. Maka Allah mengampuni siapa yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya, dan Alllah Mahakuasa atas segala sesuatu”
Manusia adalah khalifah atas harta miliknya, hal ini dijelasakan dalam QS. Al-Hadiid ayat 7: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamun menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”
B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep Kepemilikan dalam Islam
2. Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam
3. Perbandingan Konsep Hak Milik Menurut Islam, Kapitalis, dan Sosialis
II. PEMBAHASAN
A. Konsep Kepemilikan dalam Islam
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.
Konsep dasar kepemilikan dalam Islam adalah firman Allah swt ;
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. QS. Al-BAqarah: 284
Para fuqoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili)..
B. Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam
1. Ihrazul Mubahat
Ihrozul mubahat adalah memiliki sesuatu (benda) yang menurut syara’ boleh dimiliki. Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada larangan syara’ untuk dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di tanah lapang, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di sungai dan di laut.
2. Aqad / Akad
Akad berasal dari bahasa arab yang artinya perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad.
a. Rukun dan Syarat Akad
Ø Aqid (Orang yang melakukan Akad)
Ø Ma'qud ‘Alaih (benda yang menjadi objek transaksi)
Ø Shighat, yaitu Ijab dan Qobul (Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau kesepakatan dua pihak yang melakukan akad)
b. Macam macam Akad
Diantara macam macam akad adalah :
1. Berdasarkan segi sah tidaknya, Akad ada dua macam :
Ø Akad shahih, akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh syara’.
Ø Akad tidak shahih ( Fasidah), akad yang cacat / tidak sempurna.
2. Berdasarkan segi ditetapkan atau tidaknya oleh syara’ :
Ø Akad musamah , yaitu akad yang telah ditetapkan syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
Ø Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara' dan belum ditetapkan
3. Berdasarkan zat benda yang diakadkan
Ø Benda yang berwujud
Ø Benda tidak berwujud
4. Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad :
Ø Akad musyara'ah ialah akad-akad yang debenarkan syara' seperti gadai dan jual beli.
Ø Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara' seperti menjual anak kambing dalam perut ibunya
5. Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad
Ø Akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang seperti jual beli.
Ø Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah
6. Berdasarkan cara melakukannya
Ø Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
Ø Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada umumnya
7. Berdasarkan tukar menukar hak
Ø Akad mu'awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti akad jual beli
Ø Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan seperti akad hibah.
Ø Akad yang tabaru'at pada awalnya namun menjadi akad mu'awadhah pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah
8. Berdasarkan harus diganti dan tidaknya
Ø Akad dhaman , yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
Ø Akad amanah , yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
Ø Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya adalah dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn.
9. Berdasarkan tujuan akad
Ø Tamlik: seperti jual beli
Ø mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
Ø tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
Ø menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
Ø mengadakan pemeliharaan seperti ida' atau titipan
10. Berdasarkan faur dan istimrar
Ø Akad fauriyah , yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
Ø Akad istimrar atau zamaniyah , yaitu hukum akad terus berjalan, seperti I'arah
11. Berdasarkan asliyah dan tabi'iyah
Ø Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu yang lain seperti jual beli dan I'arah.
Ø Akad tahi'iyah , yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.
3. Khalafiyah
Khalafiyah artinya pewarisan. Khalafiyah ada dua macam yaitu :
Ø Khalafiyah Syakhsyun ‘an Syakhsyin (Warisan)
Ø Khalafiyah Syaa’in ‘an syaa’iin (Menjamin kerugian)
4. Ihya’u Mawat Al-Ardh
Pengertian Ihya’u Mawat Al-ardh
Ihya’u Mawat Al-ardh yaitu membuka lahan baru yang belum dibuka/ dikerjakan dan dimiliki orang lain.
2. Hukum membuka lahan baru
Membuka lahan baru yang belum yang belum dimiliki atau dijadikan kahan oleh orang lain .Hukumnya adalah mubah, sabda rasululllah S.A.W
C. Perbandingan Konsep Hak Milik Menurut Islam, Kapitalis, dan Sosialis
1. Konsep Hak Milik Menurut Kapitalis
Secara historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan liberalisme yang mulai muncul pada tahun 1648 setelah tercapainya perjanjian Westphalia, perjanjian yang mengakhiri perang tiga puluh tahun antara Katolik dan Protestan di Eropa yang selanjutnya menetapkan bahwa sistem negara mereka adalah merdeka yang didasarkan pada kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katolik Roma. Sejak itu aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja, dengan anggapan bahwa negaralah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sementara agama diakui keberadaannya tetapi dibatasi hanya di gereja.
Liberalisme semakin berkembang dengan sokongan rasionalisme yang menyatakan bahwa rasio manusia dapat menerangkan segala sesuatu secara komprehensif yang kemudian melahirkan pendapat bahwa manusia sendirilah yang berhak membuat peraturan hidupnya dan mempertahankan kebebasan manusia dalam hal kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan individu dan kebebasan hak milik. Dari kebebasan hak milik inilah dihasilkan sistem ekonomi kapitalisme, dimana kapitalisasi menjadi corak yang paling menonjol dalam sistem ekonomi ini.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasakan kepentingan pribadi, dimana nilai produksi dan konsumsi semata-mata untuk menggaet profit. Sistem kapitalisme sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan bersama, kepemilikan bersama ataupun yang semacamnya. Asas kapitalisme adalah kepuasan sepihak, alias setiap keuntungan adalah milik pribadi.
Contoh paling mudah dari sistem kapitalisme ini bisa digambarkan dari aktualitas Amerika Serikat yang meyakini bahwa mereka adalah penganut sistem ekonomi campuran (kapitalisme dan sosialisme), pada dasarnya mereka tetap tidak bisa lepas dari unsur kapitalis dalam prakteknya.
Hal ini diungkapkan oleh seorang ekonom Joseph A. Schumpeter sebagai ‘sistem destruksi kreatif’. Dimana menurutnya, setiap perusahaan dalam pasar kecil maupun pasar kompetitif, akan selalu dapat berjalan ke arah yang lebih baik setelah restrukturisasi, yaitu dengan selalu mengadakan pergantian pekerja dan pergantian modal, karena mereka akan selalu digantikan dengan yang lebih baik. Tiap individu juga diyakini mampu menghasilkan modal sendiri, tanpa perlu mencemaskan campur tangan pemerintah.
Sekilas cara pandang ini terlihat normal, dimana komponen-komponen pasar tersusun rapi dalam mekanisme yang jelas. Namun hasilnya akan muncul ketimpangan dan menimbulkan suatu masyarakat yang tidak egalitarian, dimana beberapa individu akan menjadi lebih kaya dari individu lain, dan yang miskin akan semakin miskin. Begitu juga dengan semakin meningkatnya angka pengangguran dan kriminalitas serta aksi anarki dimana-mana.
Menurut James Paulsen, kepala strategi investigasi di Wells Capital Management, Amerika Serikat sedang mengalami kebangkrutan kasat mata karena deficit keuangan negara adidaya tersebut. Tercatat defisit Amerika Serikat naik 22 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi USD 120 miliar atau Rp. 1.150 triliun, akibatnya Obama dan pihak legislative akan menaikkan pajak dan menurunkan belanja negara secara besar-besaran yang mulai diluncurkan per 1 Januari tahun ini.
Dalam kapitalisme, meskipun keuntungan yang didapat sangatlah besar, kemudian tercipta kompetisi sehat antar pasar tanpa risau terhadap campur tangan pemerintah, dan setiap pemilik modal bebas menentukan pekerjaan atau usaha apa yang akan mereka jalankan, tetap saja menciptakan beberapa nilai negative dan juga anomali. Kasus yang terjadi seperti perbedaan kelas ekonomi yang semakin nyata lantaran keuntungan sepihak yang hanya diperoleh kaum minoritas atau elitis saja, tanpa mengindahkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Adam Smith juga sempat mencetuskan sebuah istilah dalam kerangkan teori ekonomi yang dibangunnya, Invisible Hand. Yang dimaksud ‘tangan ghaib’ disini adalah semacam kekuatan kasat mata yang menjalankan roda ekonomi dengan sewajarnya sehingga tidak terjadi kekacauan dalam pasar. Mekanisme pasar yang terdiri dari supply and demand akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat sebaik-baiknya dan Invisible hand dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat secara paling rasional, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.
Meskipun Adam Smith tidak menyebutkan istilah ‘kapitalisme’ di dua bukunya; The Theory of Moral Sentiments dan The Wealth of Nations, tetapi metafora Invisible Hand jelas merujuk kepada kompetisi sehat pada sebuah transaksi antara produsen dan konsumen, yang mengarah kepada keuntungan untuk kedua belah pihak dengan frekuensi tetap sehingga mampu menimbulkan barang produksi yang semakin berkualitas tetapi harga semakin rendah. Dari sini, tentu pola yang dimaksud terdapat pada sistem ekonomi kapitalis.
Lebih lanjut, ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan kerap muncul di sekitar kita tanpa disadari. Beberapa ciri tersebut bisa diringkas menjadi:
Sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
Barang dan jasa diperdagangkan bebas yang bersifat kompetitif.
Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya. Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.
Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan pembelian.
Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin. Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
Riset menduduki posisi yang penting dan menentukan dalam mendorong persaingan.
Tujuan kapitalisme yang hanya berasas pada biaya produksi yang murah dan keuntungan yang tinggi realitanya berkebalikan dengan Islam, yang menganjurkan agar seorang muslim tidak sekedar menimbun uang dan menghimbau agar menyedekahkannya untuk kemaslahatan sosial, kapitalisme justru akan membentuk tatanan masyarakat yang egois, materialis dan konsumeris.
2. Konsep Hak Milik Menurut Sosialis
Lawan (teori berseberangan) kapitalisme, adalah sosialisme. Dua pokok penting teori Ekonomi Sosialisme adalah : 1) Distribusi kekayaan secara merata. 2) Menghapus pemilikan pribadi.
Sosialisme, Berasal dari kata Sosial, sesuatu yang menyangkut aspek hidup masyarakat, Sosialis “Penganut Faham”. Sosialisme adalah Sebuah doktrin politik yang menekankan pemilikan kolektif dari alat-alat produksi, memberikan suatu peran yang besar pada negara dalam menjalankan perekonomian dengan kepemilikan masyarakat luas (Nationalization) atas industri. Berdasarkan pengertian ini, para ahli ekonomi menafsirkan gagasan ini sebagai dasar atau sebagai sumber-sumber yang tersedia untuk masyarakat manapun pada suatu waktu, yang kemudian dikenal dengan teori ekonomi sosialis.
Tujuan utama dalam teori ekonomi sosialis adalah mendistribusikan harta kekayaan secara merata didalam rangka menghapuskan bermacam-macam kelas didalam tubuh masyarakat. Akan tetapi, fenomena praktik tidak membenarkannya. Sosialisme mepunyai visi adalah “Kemaslahatan besama diatas kemaslahatan individu”.
Tujuan kedua teori ekonomi sosialis, menghapus hak milik pribadi. Ajaran ini mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan individu. Mengakui hak milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan kezaliman dan penyimpangan sehingga harus dihapus. Segala usaha yang mengarah kepada pengakuan hak milik pribadi harus dimusnahkan, walaupun dengan jalan kekerasan dan membangkitkan dengki. Satu prinsi penting yang harus diwujudkan adalah “Sama rata sama rasa”.
Sebenarnya tujuan teori ekonomi sosialis adalah ingin menegakkan keadilan dan keseimbangan dalam ekonomi. Akan tetapi untuk mencapai tujuan ini ia telah memilih satu jalan yang pada hakekatnya berlawanan dengan fitrah manusia. yakni menghapus hak individu untuk menghayati hak milik perseorangan dan menjadikan mereka sebagai pelayan-pelayan yang bekerja untuk masyarakat.
Dalam sistem ekonomi sosialis, negara sangat berperan penting, disini negara berbuat sewenang-wenang. Negara tidak lebih dari suatu tempat yang dikelola oleh segelintir manusia. Pada akhirnya, faham sosialisme tidak jauh berbeda dengan faham kapitalis. Dalam faham sosialis kita menemukan beberapa orang yakni pejabat negara bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat sebagaimana para konglomerat dalam sistem kapitalis berlaku sewenang-wenang.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu.
Sebab sebab adanya kepemilikan yang ditetapkan syara’ ada empat yaitu :
1. Ihrozul mubahat, Yaitu memiliki sesuatu yang boleh dimiliki.
2. Akad
3. Al-Kholafiyah, Yaitu Pewarisan
4. Turunan dari sesuatu yang dimiliki
B. Saran
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan sumber inspirasi bagi semua orang dan semoga bermanfaat. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa, oleh sebab itu kami sadar bahwa makalh ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat harapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terutama dari dosen yang bersangkutan, agar kedepannya dapat membuat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Hasan Ahmad, Mata Uang Islami Telaah Komrehensif Sistem Keuangan Islami, Raja Grafindo Perada, Bandung,2005
Ø Suprayitno Eko, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonom Makro Islam dan Konvensional,Graha Ilmu,Yogyakarta, 2005
Ø Qardawi Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Cet. II; Jakarta : Gema Insani Press,1997
No comments:
Post a Comment