JENIS-JENIS TINDAKAN PEMERINTAH DALAM MENJALANKAN NEGARA
Dalam melaksanakan kegiatan, pemerintah melalui pejabat atau badan tata usaha Negara melakukan beberapa jenis perbuatan untuk menjalankan tugasnya. Suatu perbuatan harus dibedakan, antara perbuatan pemerintah atau pribadi si pejabat, hal ini perlu di sikapi mengingat seorang pejabat sekaligus seorang individu,(person) yang juga melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan tertentu, padahal akibatnya tentu berbeda. Menurut Muchsan untuk menentukan kapan suatu perbuatan di anggap sebagai perbuatan pemerintah yaitu manakala:
1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa, maupun sebagai alat perlengkapan pemerintah(bestuurorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
2. Perbuatan tersebut di laksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah
3. Perbuatan tersebut di maksudkan sebagai sarana untuk menumbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi.
4. Perbuatan yang bersangkutan di lakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat.
Maka perbuatan pemerintah tersebut di atas dapat di kelompokkan ke dalam 3 jenis sebagai berikut:
a. Melakukan perbuatan materiil ( materiele daad)
b. Mengeluarkan peraturan (regeling)
c. Mengeluarkan keputusan (beschikking)
Perbuatan pemerintah yang merupakan perbuatan materiil, adalah perbuatan nyata yang dilakukan oleh semua pejabat atau badan tata usaha Negara sehari-hari. Perbuatan ini secara riil dapat dil lihat dengan mata telanjang sekalipun, seperti tugas PEMDA melakukan perbaikan jalan, penebangan pohon, pengerukan sungai dan perbuatan lain yang sifatnya secara nyata di lakukan. Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan/regelling, di maksudkan dengan tugas hUkum yang di emban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang sifatnya umum. Maksud perkataan umum dalam pengertian regeling atau peraturan, berarti pemerintah/pejabat tata usaha Negara sedang dalam upaya mengatur semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau dengan perkataan lain, peraturan ini di tujukan kepada semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan bersifat khusus.
Sebagai contoh, perbuatan pemerintah menerbitkan peraturan tentang syrat-syarat, yang harus di penuhi dalam upaya mengajukan permohonan pembuatan KTP ataupun IMB. Dalam kedua peraturan tersebut , pemerintah tidak menyebut nama atau identitas orang perorang , akan tetapi secara umum kepada setiap orang yang akan melaksanakan permohonan kedua akta hukum di atas.
Berbeda dengan regeling, tugas pemerintah di bidang penerbitan keputusan atau beschikking, lebih bersifat khusus atau spesifik. Dalam tugasnya mengeluarkan keputusan, pengaturan dilakukan untuk orang-orang dengan identitas tertentu, alamat tertentu. Menurut Indroharto beschikking di tujukan adressat atau persona hukum tertentu.
Perbedaan lain, dalam peraturan, sifat perbuatan yang di atur masih abstrak karena belum terlaksana, akan tetapi dalam penerbitan keputusan hal yang di atur sudah riil atau nyata terjadi, dan oleh karenanya istilah keputusan ini dalam sifat yang demikian di sebut sebagai ketetapan. Sebagai contoh keputusan atau ketetapan adalah penerbitan keputusan pemerintah untuk mengangkat si A yang beralamat di semarang, umurnya sekian untuk menjadi pegawai negeri sipil. Perbuatan itu sudah langsung di laksanakan dan jelas kepada siapa perbuatan itu di tujukan.
PTUN sebagai lembaga peradilan tidak menangani semua sengketa yang terjadi antara pencari keadilan atau yustisiabel dengan pejabat tata usaha Negara, dalam ketiga jenis tindakan di atas. Dari ketiga tindakan administrasi pemerintahan tersebut di atas, maka yang masuk dalam wilayah kompetensi PTUN untuk memeriksa dan memutus sengketanya adalah terbatas kepada perbuatan administrator, dalam bentuk mengeluarkan keputusan saja. Perbuatan pemerintah lainnya, yaitu melakukan perbuatan materiil maupun mengeluarkan peraturan yang tidak di tangani oleh peradilan umum melalui gugatan perdata biasa.
PTUN sebagai lembaga peradilan administrasi, bertugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha Negara yang terjadi, antara yustisiabel dengan pejabat atau badan tata usaha Negara. Kompetensi PTUN ini ada yang bersifat langsung, maka yustisiabel atau dalam teknis peradilan di sebut sebagai penggugat dapat secara langsung mengajukan gugatannya di PTUN, sedang sifat tak langsung dari PTUN, apabila dalam mekanisme penyelesaian sengketa administrasi atau tata usaha Negara itu telah ada lembaga atau badan administrasi yang menanganinya. Salah satu sengketa tata usaha Negara yang telah mempunyai lembaga administrasi sebagai wadah penyelesaiannya adalah sengketa di bidang kepegawaian.
Sengketa di bidang kepegawaian menurut faisal tidak bisa langsung di tangani oleh PTUN mengingat telah mempunyai lembaga administrasi yang khusus menangani sengketanya. Yaitu melalui prosedur keberatan, dan berpuncak pada BAPEK (Badan pertimbangan kepegawaian) PTUN sebagai lembaga peradilan baru bisa menangani sengketa kepegawaian apabila para pihak yang bersengketa telah menggunakan upaya administrasi melalui upaya hukum administratif yang ada sesuai PP 30 tahun 1980 Tentang peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Sifat penanganan yang tidak langsung ini berkait erat dengan ketentuan kompetensi PTUN sebagaimana di atur dalam pasal 48 UU No. 5 tahun 1986 sebagi berikut :
1. Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di beri wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha Negara tertentu, maka sengketa tata usaha Negara tersebut harus di selesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia.
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa,memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana di maksud dalam ayat 1 jika seluruh upaya administrasi yang bersangkutan telah di gunakan.
Pembatasan kompetensi PTUN dalam menangani kasus sengketa Tata Usaha Negara tidak hanya dari sifat langsungnya penanganan saja, tetapi PTUN juga tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha Negara yang di keluarkan oleh admistrator dalam kondisi-kondisi tertentu. Pembatasan ini sebagaimana di atur dalam pasal 49 UU no. 5 tahun 1986 sebagai berikut :
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembatasan lain adalah yang menyangkut materi atau isi dari ketetapan yang disengketakan. PTUN tidak berwenang untuk memutus dan menyelesaikan perkara sengketa Tata Usaha Negara, yang materinya menyangkut hal yang diatur dalam pasal 2 UU no. 9 tahun 2004 sebagai berikut :
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan.
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang di keluarkan berdasarkan ketentuan kitab undang-undang hukum pidana atau kitab undang—undang hukum acara pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang di keluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Republik Indonesia.
7. Keputusan panitia pemilihan, baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Untuk memeriksa perkara tata usaha Negara TNI, dilaksanakan oleh PTUN berdasarkan pasal 2 Undang-undang No. 31 tahun 1997.
No comments:
Post a Comment